Jumat, 23 Juli 2010

MENULIS ILMIAH (metodologi) KUALITATIF: Edisi K e d u a

Kehidupan manusia modern banyak dikelilingi berbagai “kisah”. Setiap hari, mereka berpapasan dan bertemu dengan berbagai kisah. “Kita bersimpati, dan mengembangkan pemahaman tentang kehidupan, ketika kita mendengarkan banyak kisah,” ujar Brophy (2009).


Di abad ini, banyak kisah menghilangkan “pengetahuan dan kebijaksanaan”, dari generasi ke generasi. Selain itu, menghilangkan “pengalaman” sebagai basis pengetahuan, dan nilai-nilai kemanusiaan. “Kisah-kisah” itu menjadi subtil, menyembunyikan “setengah irama” kemanusiaannya. Kisah-kisah itu dikalahkan oleh pesona “statistic” kehidupan modern


Banyak pihak lalu membangun kembali hubungan narrative and knowledge. Naratif dijadikan kembali sebagai sebuah kunci pengetahuan, a key form of the knowledge they are seeking to capture and share. Di masa lalu, pengetahuan dan naratif amatlah intim, memiliki kedekatan konsep, bahkan menjadi jalan orang berkomunikasi. Tapi, di dunia modern, khususnya selama setengah Abad 20, terjadi pemisahan. Naratif, dan terutama “kisah”, dipisahkan secara “keras”.


Bagi dunia akademis, konsep naratif, dalam pengisahan (storytelling) ini, sebenarnya bukan hanya memaparkan fakta-fakta. Akan tetapi, lebih kepada “memaknakan” pengalaman kehidupan kemanusiaan kita. Pemaknaan yang tidak boleh dikerangka secara semena-mena, melainkan harus “dimaknakan dalam kesadaran akademis: kewaspadaan seorang “pengisah” akademis. Pengisah akademis yang membedakan penulisan: “you can research the story, or you can story the research.”


Pada sisi inilah, unsur storyteling bermain. Creswell (1998) mengusulkan gaya Narative Report. “Di mana para penulisnya menggunakan ‘metafor’ untuk menggambarkan keseluruhan laporan atau studinya”. Dalam kaitan Riset Kualitatif, pengisahan naratif dilakukan berdasar kerangka yang bersifat teknis, metodis, sampai asumsi filosofis, paradigmatis, atau metodologis. Secara sederhana, pengisahan narartif melaporkan “pengalaman” kemanusiaan itu secara tidak linier.


Hal ini didorong oleh saling pengaruh antara science dan sastra, di sepanjang abad 20. Kalangan ilmuwan mendekonstruksi penulisan ilmiah (positivistic). Clifford Geertz (1983) menyatakan banyak riset filsafat tampak seperti studi sastra. Bagaimana risalah teoritis ditulis bagai kisah travelog (Levi-Strauss). Argumen ideologis disusun bagai historiografis (Edward Said). Studi epistemologis dibangun bagai esai politik (Paul Feyerabend). Polemik metodologis muncul sebagai memoar pribadi (James Watson).


*****


Maka itulah, laporan Kualitatif dipenuhi deskripsi detil, penuh warna, dan kelenturan sajian. Laporan kualitatif memberi perasaan kepada pembaca, mengenai pelbagai peristiwa dan orang-orang tertentu dari seting sosial yang konkrit. Mereka memusatkan perhatian pada soal-soal seperti sub-sub kultur the others, atau seorang aktor sosial yang ingin masuk ke lingkungannya. Mereka melaporkan kejadian-kejadian riil, omongan-omongan orang (melalui kata-kata, gerak-gerik, dan nada-nada bicara), kelakuan-kelakuan unik, dokumen-dokumen tertulis, atau imaji-imaji visual. Semuanya mengimplikasikan aspek-aspek konkrit kehidupan.


Penulis kualitatif melaporkan meaning of events. Laporannya mengamati berbagai kejadian dan interaksi dari tempat kejadian. Tujuan akhir tulisan kualitatif ialah memahami apa yang dipelajari dari perspektif kejadian itu sendiri, dari sudut pandang kejadiannya itu sendiri. Penulisannya mengulik momen-momen when dan how pengalaman “si subjek”. Nara sumber dan peneliti, antara lain, sama-sama memroses researching and writing, thinking and doing sesuai Fokus Penelitian. Peneliti Kualitatif menjadi orang yang belajar “sambil jalan”. Apa yang ditemukannya, ialah apa yang dipelajarinya.


Peneliti mencari sekumpulan representasi”: dari lapangan, wawancara, pembicaraan, fotografi, rekaman, dan catatan pribadi. Riset Kualitatif menjadi sebentuk pekerjaan interpretif, pendekatan naturalistik: berdasar kenyataan atau keadaan yang terjadi, mencoba menjelaskan, atau menginterpretasikan, “pemaknaan”. Di dalam laporannya, akhirnya peneliti bukan lagi menjadi petugas pelapor”. Peneliti akhirnya menjadi “seorang kreator”. Sosok “saya” (peneliti) hadir di laporannya. “Saya” di sini ialah “Orang Pertama yang melaporkan pandangan, amatan, dan kajiannya. Ini sepersis dalil understanding follows doing.


***


Saya melihat banyak mahasiswa (sarjana, magister dan doktoral), serta pengelola fakultas, yang membahas penelitian Kualitatif. Ketika buku Menulis Ilmiah Kualitatif Edisi Pertama terbit, saya berbahagia mendengar mereka mendapat penjelasan: bagaimana menerangkan pelbagai peristiwa dan orang, bagaimana mengkonkritkan deskripsi seting sosial, dan bagaimana melaporkan temuannya secara naratif, dst.


Dan, diam-diam, mereka memberi “energi”. Saya tergugah secara multidimensi: untuk menyempurnakan Edisi Kedua buku Menulis Ilmiah (metodologi penelitian) Kualitatif ini.


Maka itulah, pada “Edisi Kedua” buku ini, saya menjelaskan penulisan ilmiah dengan beberapa perangkat dan hal-hal teknis metodologis (Kualitatif). Saya menjelaskan bagaimana planning, writing, editing and reviewing”, dengan sisipan literasi metodologis di sana-sini. Saya coba mengembangkan ke pelbagai dimensi prosa intelektual yang unik, yang punya subjektifitas sudut pandang menarik, paparan naratif yang emotif, sampai upaya-upaya kreatif lain.


Selain itu, saya coba mendeskripsikan berbagai teknis penulisan seperti Menangkap Topik, Menulis Judul, Menulis Statement of The Problem, Struktur Naratif, Mengalurkan Tulisan, Bahasa Kualitatif, dan Penulisan Akademis. Buku ini juga memberikan contoh-contoh bagaimana mengalurkan laporan ilmiah ke dalam jenis-jenis tulisan tertentu. Tiap klasifikasi digambarkan bentuknya, dan dicoba-contohkan.


Pada buku “Edisi Kedua” buku ini, saya juga melakukan beberapa upaya: mengoreksi, meringkas, menambahkan, dan mengubah outline. Mengoreksi: misalnya, beberapa salah cetak, atau mengubah padanan kata/istilah. Meringkas: antara lain, di beberapa contoh laporan riset di “Edisi Pertama” yang dinilai terlalu panjang dan longgar. Menambahkan: di beberapa bab-bab, bahasan yang memberi ketajaman, kedalaman, dan keluasan tertentu. Mengubah outline: di beberapa bagian dan isi bab. ****