Selasa, 01 Maret 2011

Menyimak Jurnalisme dari Komik Lucky Luke

Di sebuah negeri cowboy yang berantakan, sebuah koran terbit dengan gagah berani. Namanya, Daily Star. Koran ini punya tugas maha penting. Hal itu terlihat dari visinya: misionaris informasi. Kegagahannya terlihat dari pengelolanya. Susunan redaksinya terdiri dari pemimpin redaksi yang dipegang oleh orang bernama Horace P. Greely. Ia begitu berani karena selain menjabat pemimpin redaksi, ia sekaligus pula memegang jabatan: Direktur, Editor, Bendahara, Iklan, sampai Percetakan. Semuanya diborong.
Koran ini terbit melalui mesin cetak berkaki tiga, dengan satu pelat press yang dipuntir. Namanya gagah: Washington Imperial Nomor 3.
Daily Star memang gagah berani. Salah satu cirinya: berita-beritanya sering bikin jengkel. Koran dan pemilik dan mesin cetaknya membuat berang banyak orang. Dengan kesudahan, ketiganya menjadi korban amuk massa. Pengelolanya babak-belur disiksa tak habis-habis. Korannya diinjak-injak bagai kotoran. Bahkan, mesin cetaknya dibolak-balik, digusur, dibanting bagai mainan anak-anak yang sudah rampung masa tugasnya lalu ditendang begitu saja ke halaman.
Tapi, pemimpin redaksinya tak pernah susut semangatnya. Greely adalah manusia berkepala batu granit. Ia tak lekang oleh sumpah serapah tak lapuk oleh siksa. Kisah pedihnya malah ia beritakan, mengikuti garis visi perjuangan jadi “misionaris informasi”, lewat misalnya berita model begini:

"Haruskah kita berterus terang kepada pembaca?

Koresponden kita yang simpatik di pusat bagian Barat yang biadab ini, Horace P. Greely lagi-lagi menjadi korban di dalam misi wartawannya. Setelah dilumuri oli dan diguling-gulingkan ditumpukan bulu di Nothing Gulch City (1), direndam di dalam tetes dan diumpankan pada semut pemakan daging di Coyote Creek (2), dipaksa minum bir yang dicampur di Thirsty Town (3), hari ini ia telah mengalami goncangan yang paling menakutkan: di depan matanya, para penjahat telah menceburkan teman pribadinya, Washington Imperial Nomor 3, di Quiet River yang deras airnya .... "


Cerita ini merupakan penggalan kisah Lucky Luke menemani dunia kerja kewartawanan. Dalam komik yang diceritakan X.Fauche Moris & J.Leturgie ini, Lucky Luke bertualang dalam kisah berjudul Daily Star (1984, terjemahan Indonesia:1989). Horace P.Greely adalah sosok legenda bagi dunia pers Amerika di awal-awal tumbuhnya. Koran Daily Star ialah koran yang banyak dicatat sejarah pers AS.
Moris & Leturgie kemudian mempertemukan wartawan Horace P.Greely dengan cowboy Lucky Luke. Konon, menurut dongeng komik ini, penderitaan akhirnya Greely akhirnya berbuah. Ini dikarenakan Greely bertemu dengan seorang koboi jago tembak – yang kecepatan menembaknya melebihi bayangannya sendiri. Koboi itu bernama Lucky Luke. Seorang pahlawan western yang peduli dengan segala luka orang-orang tertindas. Ia selalu menjaga keadilan melalui pistol + tampangnya (yang cuek) + kuda-putihnya (yang jadi karibnya). Ia menjadi pahlawan di banyak tempat.
“Sungguh mujur seorang wartawan mengadakan perjalanan dengan seorang yang terkenal,” seru Greely di atas kereta kuda yang mengangkut mesin cetak. Greely dan Luke jalan beriringan.
Greely dengan suka cita menawari Luke pekerjaan: membantu Daily Star jadi Kekuatan Keempat. Artinya, jadi “kekuatan” tertentu di tengah para koboi setelah “mulut”, “pistol”, dan “serif”. Dunia cowboy adalah dunia yang alpa terhadap hukum, pemerintah, atau rapat parlemen. Tiap ada soal diselesaikan selekas-lekasnya – dengan cara yang seksama, pertama-tama dengan adu mulut. Bila tidak usai, yang kedua, lewat adu jotos dan senjata. Jika masih runyam, yang ketiga, lewat lencana serif – sebagai komandan para koboi yang disegani, dalam mengatur hidup para koboi. Dari kesemuanya, yang pasti, yang namanya letusan senjata seolah jadi ketukan palu hukum “siapa cepat dia berkuasa”.
Ajakan Greely menunjukan butuhnya pejuang lain selain keberanian melaporkan informasi yang buruk-buruk.
“Yaap!” Jawab Lucky Luke cuek, di atas kuda putihnya.
Keduanya berjalan menuju kota Dead end City. Di kota inilah, cuplikan kisah jurnalisme coba ditengok. Berbagai adegan komiknya mencerminkan dasar-dasar jurnalistik dijelaskan.
Misalnya ini:
Sesampainya Greely dan Luke di kota Dead end City, terjadi peristiwa yang tidak biasa ditemui penduduknya. Kisah bermula di tempat minum yang bernama saloon Dead end Gulch. Tempat yang biasanya bersuasana tentram tiba-tiba dikagetkan dengan sesuatu yang muncul dari pintu saloon.
“Hebat! Daily Star memilih Dead end City! Direkturnya menjelaskan!” Suara keras Greely muncul membuka pintu gantung sambil membawa tumpukan koran. Semua orang bingung.
“Berita khusus, jadwal ibadah!” Greely menawarkan pada dua tamu. Keduanya langsung tersedak, menyemburkan minuman beralkohol ke atas meja.
“Salinan lengkap khotbah pendeta....”
“Huh! Orang alim!” Seru salah satu pemain kartu sembari menendang pantat Greely. Matanya melotot. Wajahnya yang berjenggot tebal terlihat gusar.
“Daily Star! Berita kelahiran!” Seru Greely pada sesosok tua bertopi tinggi berhidung bengkok berdagu runcing. Sosok tua ini ialah penjual peti mati. Maka itu, mendengar teriakan Greely, penjual peti mati ini hanya melirik sedikit. Tatapannya dingin. Di meja tempat ia duduk, bersandar sekop penggali kubur.
“Bagaimana membuat apel goreng yang berhasil!” Kali ini teriakan Greely tertuju pada empat pemain kartu yang tengah khusuk memenangkan tumpukan uang kertas dan gemerincing uang logam yang berserakan di tengah meja.
Salah seorang cuma menggeserkan lehernya sedikit ke muka Greely. Satunya lagi, dengan cerutu di mulut, menatap tak acuh. Mata keduanya seperti tertutup. Dua orang lainnya tetap melihat kartu di meja. “Empat As!” Cetus salah satunya.
Greely putus asa. Menyimpan tumpukan koran yang belum terjual satu pun ke atas meja bartender.
“Sini, Greely, kasih aku satu!” Kata Lucky Luke, yang tengah duduk minum.
“Tanpamu, aku akan putus asa!” Greely berkata sambil menenggak minuman.
“Kau harus bicara tentang hal yang menarik minat mereka....” Jawab Luke cuek. Matanya membaca koran.
“Puah!” Greely memuntahkan air di mulutnya.
“...mutu minuman itu, misalnya!” Contoh Luke.
“Kau benar, whiskinya asam. Harus diselidiki!” Lanjut Greely.
Lalu terdengar suara Greely bertubi-tubi memesan minum.
“Satu bourbon, satu gin, satu bir, satu kiss-me quick, satu rhum, satu abshinte, satu arak, satu pick-me-up, satu jeruk soda, satu sherry, satu brandy, satu honey moon, satu teh cina asap, satu scoth, Vermouth-adas....”
Memenuhi pesanan bertubi-tubi itu, bartender jadi sibuk bukan main. Tangannya kesana-kemari mencari, mengucurkan, menyediakan minuman yang diminta. Wajahnya confuse.... Kedua matanya bertanya-tanya. Mukanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. ”Ini mau mentraktir?” pikirnya, linglung.
Luke pun terhenyak. Topinya sampai terangkat beberapa senti dari kepalanya. Ia menatap Greely, tidak percaya. Ada tanda seru bercampur heran di wajahnya.
Tak berapa lama, Greely terlihat keluar dari saloon Dead end Gulch. Langkahnya zig-zag. Ia berjalan sempoyongan. Mulutnya senyam-senyum. Kepalanya terlihat dipenuhi bintang-bintang yang berputar-putar di atasnya. Ia puyeng.
Tapi, ada yang aneh. Sembari berjalan, dari mulutnya, tak henti-henti memuncratkan kata-kata, omongan yang tidak biasa diucapkan pemabuk. Ia tidak mengungkapkan rengekan, atau caci-maki, atau kalimat terpatah-patah dalam gumam yang tak jelas. Ia lebih banyak menceracaukan kalimat-kalimat yang mengandung fakta-fakta. Kebenaran menyeruak dari lontaran kata-katanya. Hanya nada, irama, dan gaya omong, sembari berjalan oleng, yang menunjukan ia memang mabuk berat. Bunyi sendawa, cegukan demi cegukan, di tiap akhir kalimat, selalu menyertai segala kalimat yang diungkapkannya. Misalnya:
“Mutu rendah dibanding harga, hips....Jeruk dipalsu, hips....Tehnya bukan dari Cina tapi dari Ceylon, hips....Terlalu banyak bloody dalam mary....’
Sementara itu, di dalam saloon, suasana terpusat pada raut kebahagiaan bartender. Rautnya bukan buatan renyahnya. Terus-menerus ia membayangkan kejadian barusan. Begitu banyak pesanan minuman mengalir. Ia seperti merasakan kentungan yang melimpah bakal berdatangan ke dalam saloon-nya. Sungguh.
Ia merasa mendapat pelanggan yang penuh cinta. Dengan perasaan enteng, ia membereskan minuman yang berkali-kali dipesan Greely. Cerah, berkata ia kepada Luke.
“Jika semua langganan seperti dia, saloonku akan laku keras nanti!”
Di tengah perasaan yang berbinar-binar itu, ia tidak sadar dari pintu masuk saloon-nya muncul kesulitan. Ia seperti tak percaya, ada kegilaan yang bisa muncul dari pintu saloon-nya.
Ini bukan letusan pelor. Baku hantam? Juga bukan. Adu omong, sampai urat leher menyendol bergurat-gurat, juga bukan. Lalu?
Muncul teriakan dari pintu gantung yang terbuka. Teriakan itu teriakan tukang koran yang memberitakan apa isi koran yang dijualnya kali ini. Teriakan itu muncul dari suara orang yang sebelumnya memesan minuman bertubi-tubi pada bartender. Suara itu suara Greely. Suara itu berteriak dengan lantang:
“BOIKOT SALOON INI!”
Ini bukan suara yang biasa ada di masyarakat Dead and Gulch. Suara macam ini tak pernah terdengar. Suara teriakan macam itu adalah suara yang menggugat. Bukan celotehan yang biasa muncrat dari bibir para cowboy.
Teriakan para cowboy adalah teriakan yang bermusuhan. Mereka berteriak-teriak untuk menyalurkan hasrat menembak habis musuh di depan yang tidak mau berhenti melawan. Teriakan Greely adalah teriakan wartawan. Teriakan yang ingin memaparkan pada masyarakat bahwa ada sesuatu yang terjadi. Memang seperti mangajak. Memang seperti memerintah. Tapi, perintah yang tidak mengandung peluru. Teriakan ini lebih berbahaya daripada teriakan yang mengandung bunyi desing senapan yang menyalak.
Sebab, teriakan wartawan adalah suara nurani yang melihat kebenaran berdasarkan fakta-fakta yang bukan fuck you. Artinya, tidak ada keinginan melecehkan hidup manusia. Teriakan wartawan mengandung niat bahwa hidup masyarakat harus dibela berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, tidak ada kekuatan yang untuk sekedar memuaskan nafsu jagoan.
Itu berarti, teriakan Greely lebih bisa dipercaya. Jika bisa dipercaya, maka teriakan Greely bisa menghancurkan usaha Sang Bartender.
KLING! C-KLING....Suara gelas pecah terdengar....Muncul dari meja panjang bartender. Gelas itu jatuh dari tangan bartender yang seperti kena setrum. Bartender itu kaget bukan kepalang. Dari teriakan Greely itu kemudian bersusulan muncul suara-suara kebenaran.
“MINUMAN ANDA DIPALSU, INI HASIL PENELITIAN DAILY STAR!” Teriak Greely memecah ruang. Teriakan itu dibawakannya sembari memutari saloon. Sembari mengacung-acungkan korannya, Greely mendekati tiga cowboy yang tengah minum. Greely menyodorkan berita terbaru dari korannya. Greely menunjukan hasil reportasenya. Greely membuktkan temuannya yang didapat sampai ia harus berjalan sempoyongan, setelah mencicipi langsung minuman palsu di segala jenisnya.
Salah seorang cowboy tiba-tiba menyemburkan setegukan minuman dari mulutnya ke lantai demi mendengar penipuan telah terjadi di alkohol pesanannya. Bukan hanya itu. Dua Koboi lainnya bergerak pula. Mereka tersentak, ingin tahu apa yang terjadi.
Kedua Koboi itu mengacungkan tangannya. Mereka mengeluarkan uangnya kepada Greely. Mereka, yang tadi cuek banget, kini seperti buru-buru hendak membeli berita yang dibuat Greely.
“Ssst, sini!” Desis salah seorang Koboi itu kepada Greely. Ia minta Greely mendekat lagi, dan membeli satu edisi korannya kali ini.
Tapi, suasana kebalikannya terjadi di ujung ruang: adegan pilu terlihat. Bartender itu tampak linglung, sedih, galau, dan segudang rasa payah lainnya. Ia memegang kepalanya. Tubuhnya yang tambun bergetar. Tangannya yang gempal gemetar. Kumisnya yang rapih terlihat tak lagi manis. Wajahnya yang cerah tampak runyam. Kedua matanya berputar-putar, tidak pada tempatnya. Tampak kesedihan yang mendalam. Ia seperti memendam kebingungan yang tak lagi bisa dikuasainya. Ia bergumam-guman, mengeluarkan kata-kata tak kunjung tegas dikeluarkan. Saking groginya, dari mulutnya malah keluar kata-kata sedih. Ia menyesali pecahan gelas yang terlepas dari tangannya.
“Cangkir, gelas ibuku!” Keluhnya, pada gelas yang pecah.
Sementar Greely terus mengumandakan isi koran terbarunya. Ia kini mendekati meja si penjual peti mati. Ia kini meriakan berita yang berbeda.
“Uskup O’Callagan kambuh lagi. Keluarganya kuatir! Bacalah Daily Star!” Teriak Greely di dekat meja penjual peti mati. Teriakan itu adalah teriakan berita yang ingin mendekati kepentingan pembacanya. Pembacanya kali ini adalah seorang yang tak berminat pada kehidupan yang biasa-biasa saja. Ia berminat hanya pada soal-soal yang berbau kematian.
“Sssst!” Desis penjual peti mati.
Ia tertarik untuk membaca lebih lanjut soal sakit parahnya seseorang. Ia tergerak. Mulutnya terbuka. Matanya terbuka. Rautnya bersinar. Ia mengacungkan satu jarinya. Ia ingin tahu apa isi berita si sakit yang didengarnya dari mulut Greely. Ia harus membeli koran Daily Star.
Yang tak berubah hanyalah sekop-penggali-kuburnya, posisinya tetap bersandar di meja.
Usaha Greely tak hanya di situ. Ia kembali melolong. Tapi, kali ini, ia mendekati empat pemain kartu yang tadi sempat menendangnya. Tak mengacuhkan teriakan kehadiran korannya. Greely menyiapkan satu teriakan berita yang kali ini, menyemburkan laporan tentang:
“Seribu satu cara untuk menipu tanpa ketahuan!”
Keempat pemain kartu itu pun celingukan. Pura-pura tak memedulikan acungan koran Greely. Tapi, mata mereka mendadak membeliak. Mulut mereka tiba-tiba ternganga. Dari mulut salah satu pemain, sebuah cerutu meloncat sekian senti dari mulut. Cerutu masih panjang. Ia tampaknya tak tahu cerutunya loncat dai jepitan bibirnya. Bukan hanya dia yang terkesima mendengar informasi yang penting bagi hidupnya saat itu. Dua lembar kartu tampak terlempar begitu saja dari tangan seorang pemain yang lain. Kartu itu melayang seperti tak bertuan. Meliuk-liuk dari meja ke lantai.
Greely pura-pura tak melihat. Sebab, benar, setelah itu ada yang terkail oleh umpannya.Tak lama kemudian, empat desis yang cukup keras berbunyi serempak.
“Sssst!”
“Sssst!”
“Sssst!”
“Sssst!”
Bukan hanya desis yang terdengar serempak berbarengan. Tiap satu tangan mereka pun terangkat berbarengan. Satu tangan lainnya sudah kehilangan pegangan pada kartu yang dari sejak awal permainan tak pernah lepas dari jepitan jemari.
Ruangan saloon kini tak lagi senyap. Semuanya menyerobot Daily Star sebagai pedoman untuk menggali apa yang terjadi di kota ini. Daily Star menjadi sesuatu yang bermakna. Setiap pengunjung saloon memelototi isi koran. Ketenangan mereka, yang selama ini, tak pernah tersenth kebenaran sebuah berita, terusik. Sampai wajah penjual peti mati pun, yang biasa dingin, tak bercayaha, tak mau tahu urusan di sekitarnya, berubah. Ia seperti memburu harapan pada apa yang akan terjadi. Mereka kini membuat koran Daily Star sepersis barang hidup.
Yang paling terlihat bersinar-sinar ialah Greely. Mukanya yang tadinya terlihat lelah, pedih, tanpa harap, kini seperti memancarkan kilatan-kilatan kepuasan seorang wartawan. Kepuasan mendapatkan segenggam harapan bahwa korannya tak lagi dianggap sampah. Berita-beritanya telah membuat orang-orang ingin melonggok pada apa yang dilaporkannya.
Yang tak berubah ialah Lucky Luke. Ia hanya menampilan bentuk bibirnya yang agak menjorok ke depan, akibat terbiasa menyulut rokok lintingan, tampak menyunggingkan sedikit senyum. Selebihnya, adalah sosok cowboy yang cuek, seperti tak perduli dengan seluruh isi ruang, segala tingkah polah orang.
Luke di sudut tersenyum, sedikit tapi tetap cuek.

Namun, suasana mendadak berubah.
Bartender bertubuh tambun tiba-tiba muncul di depan Greely. Mukanya garang, melotot, siap bertarung. Moncong senapan siap menyalak ke muka Greely.
“Bilang, whisky saya tidak enak!” Bentak bartender.
Bau kematian terasa. Warna komik menjadi ungu. Semua wajah menjadi kelabu. Wajah-wajah menunggu peluru meletus .... di sebuah dunia cowboy yang berantakan.
Tapi, sebuah sentakan menyabet suasana. Muncul dari Greely. Wajah ungunya berubah, merah marah mewarnai raut kewartawanannya. Ia mencelat dari getir kematian. Ia tersedak oleh kemarahan melawan ancaman. Ia marah. Ia berteriak.
“Setia pada semboyannya, Daily Star menulis dengan jelas apa yang dipikirkan orang diam-diam!
“Whisky Anda dicampur!”
Semua itu dikatakannya dalam todongan senjata. Bartender itu tambah menggelegak. Ia siap memakan jiwa wartawan di depan yang telah menghancurkan reputasi saloon-nya. Wartawan yang mengobrak-abrik kecurangannya, mengembar-gemborkan kepalsuan jualan minumannya. Ia merasa di-pelototi kejahatannya di depan para pelanggannya.
Warna kematian kembali muncul. Todongan senapan sudah siap menyalak.
Di dekat mereka, juga ada yang tengah bersiap-siap, mengantisipasi kesudahan kejadian. Tubuh yang terbujur kaku, sehabis peluru mengoyak tubuh, dimasukan ke dalam peti mati. Penjual peti mati itu terlihat bergerak-gerak dan bergumam. Ia mengukur-ukur tubuh Greely. Ia mencatat ukuran yang pas bagi kotak perti mayat Greely. Ia menyisipkan harapan, dalam gumamnya. “Anda akan puas. Barang kami dijamin awet.”
DOR!
Salak senapan menyentak.
“?”
Orang-orang kaget. Terpana. Mereka yang telah menunggu kejadian sepersis yang dibayangkannya, tersentak oleh bunyi letusan yang bukan dari arah semestinya. Tbuh Greely tidak terkulai ke lantai. Ia tidak bersimbah darah. Bunyi letusan itu bukan dari bartender.
Arah munculnya dari belakang bartender. Dari belakang terlihat ada garis peluru melesat. Menyentak gagang depan senapan bartender. Pas. Tidak meleset sedikit pun. Membuat senapan itu terlepas dari genggaman tangan bartender. Membuat pemegangnya kaget bukan buatan. Saking kagetnya, tubuh bartender terlompat sekian senti dari lantai.
Loh??? Seru orang-orang berbarengan.
Disusul lontaran suara yang enteng dari belakang Greely dan bartender. Muncul dari sudut meja.
“Jangan menyentuh kebebasan pers!”
Katanya kalem. Cool. Seperti tidak terjadi apa-apa. Lucky Luke. Asap peluru tampak mengepul dari ujung pistol yang menggelantung di gesper-pinggang Luke, seolah tidak bergerak sedikit pun. Seperti tidak dikeluarkan dari sarungnya, ditarik picunya. Seakan peluru itu melesat melebihi bayangannya sendiri. Itulah gaya Lucky Luke, cowboy yang punya kecepatan menembak di luar kemampuan orang biasa. Musuh-musuhnya tak pernah tahu kapan pistol itu keluar dari sarunnya. Saking cepatnya, bayangan sendiri sempat terheran-heran.
Seperti tidak ada apa-apa, Lucky Luke dengan enteng menyandarkan satu tangannya ke meja bartender. Satu tangan lagi memegang gelas bir berisi setengah.
Setelah sekian detik terpana, tidak tahu harus berbuat apa, dan kemudian sadar apa yang terjadi, barulah terdengar suara-suara kehidupan bergaung kembali. Semua orang bergerak lagi. Tiap orang dan barang di komik pun berwarna beraneka lagi. Hanya penjual peti mati yang tidak terlihat bergerak. Ia kembali terlihat duduk di meja, tak acuh, dengan sekop galiannya bersandar di meja. Ia tidak mau terlibat dengan suasana yang berubah mendadak jadi hingar bingar.
Orang-orang kini dirasuki kemarahan. Mereka baru tahu ada yang tidak beres di saloon, ada yang tidak asli di minuman yangselama ini mereka teguk. Mereka kesal.
Berbagai teriakan berloncatan, muncul dari berbagai sudut saloon. Gaduh. Suara-suara protes, yel-yel yang memaki bartender campur yel-yel yang Horace Greely.
“DAILY STAR BENAR! WHISKYNYA DICAMPUR!
“HIDUP DAILY STAR !
“PEMALSUAN PASTI KETAHUAN!”
Keadaan menjadi berbalik. Kini Bartender yang gelisah. Walau tidak berwarna kelabu, rautnya, matanya, mulutnya, tampak resah. Ia celingukan ke berbagai suara yang memrotes. Kepalanya kesana-kemari berputar-putar, dengan ketakutan yang amat sangat, pada berbagai arah suara. Ia tahu setelah gadh suara bakal ada yang lebih seru dan bikin keder terjadi. Kerat-kerut rautnya dipenuhi tanda seru. Waspada dan cemas pada segala isi saloon.
Dan, benar.
BUK! ... PRANG! .... BUK!! .. PRANG!! ... BUK!!! PRANG!!! Semakin banyak dan cepat terdengar.
Itu berbagai bunyi barang pecah-belah, dan kursi, dan meja, dan dinding, dan segala perkakas yang ada di saloon. Semuanya terbanting-banting, terbolak-balik, bergling-guling bagaikan ada gempa. Bukan hanya itu. Perkelahian pun terjadi. Suara-suara pergumulan terdengar di dalam saloon. Suara-suara gaduh perkelahian para cowboy di negeri yang berantakan. Hukum berlaku melalui pukulan dan tendangan, rasa jadi jagoan dan rasa kecut, lewat keberanian dan ketakutan....
lemparan-lemparan botol whisky, meja dan bangku ....
Khas dunia western cowboy diaduk-aduk suasana chaos.
Sementara, dua tokoh komik kita tampak muncul di luar saloon. Di belakang keduanya, dari pintu dorong saloon, berloncatan botol-botol minuman, kursi, meja....
Di tempat penambatan kuda, Kedua kuda Greely dan Luke tampak bercakap-cakap.
“Puah! Air minum ini dicampur” Seru kuda Greely menyemburkan air dari palung penambatan kuda.
“Mungkin kau akan jadi berita di Daily Star!?” Kata kuda Luke.
....
Kedua tokoh komik kita kemudian tampak berkuda menuju sebuah tempat.
“Ini kedua kalinya kau menyelematkanku!” Kata Greely.
“Dan aku rasa ini bukan yang terakhir....” Jawab Luke.
“Benarkah, Lucky Luke? Bersedia membantu? Kau mau bekerja di bidang pers, kawan?
“O.K.!....Setuju, Greely!”
“Aku gembira kau bersedia menjadi pelindung kebebasan pers!”

Dari dongeng komik ini, tampaknya, tergambarkan pertanyaan: dimanakah jurnalisme diletakan? Bagaimanakah orang memakai jurnalistik sebagai kegiatan bertutur kabar? Siapakah yang memberi tahu berita sebagai barang penting? Buat apakah jurnalisme dikerjakan?
Semua tercermin.***

24 komentar:

Indri dkk mengatakan...

Komentar dari : Indri, dkk
Kelas : A FIKOM Unisba 2010

setelah menyimak bacaan ini, kami dapat mengambil hikmah, salah satunya adalah untuk menjadi seorang jurnalis kita harus berani mengungkapkan kebenaran dari sebuah peristiwa, seperti yang di ceritakan greely berani untuk mengatakan bahwa minuman yang di jual oleh bartender di saloon itu di campur. dan kita dapat mengetahui pengetahuan jurnalistik dari cerita ini karena dicerita ini banyak menonjolkan paham-paham kejurnalistikkan.

Fika Pertiwi mengatakan...

Kelompok FIKA PERTIWI, FADHILAH NUR, NULLY NUFFIE, RAHAYU RETSARWANTI , FIKA KARTIKA, SARAH ISTIQOMAH, OKI ISTININGTYAS , INTAN FAUZIAH , NAELA DWIYANTI , SHELLA PERMATASARI, kelas Fikom A

artikel ini bagus, memiliki banyak makna yang tersirat, mengajari kami cara menjadi wartawan yang baik dan jujur, berani mengemukakan fakta yang bersifat empiris. Selain itu artikel ini membuat pembacanya penasaran untuk mengetahui akhir dari ceritanya. Tokoh Lucky Luke yang kalem membuat pembaca terkagum - kagum akan sosoknya.

hanabajrie mengatakan...

kelompok 2 : rizky rachmadhanni, dkk.
fikom b unisba 2010-2011

amanat yang dapat kita ambil dari blog ( Menyimak Jurnalisme dari Komik Lucky Luke ):
1. janganlah menjadi seseorang yang merasa paling berani dan melakukan kesalahan-kesalahan yang menimbulkan suatu masalah bagi dirinya dan orang banyak.
2. janganlah kita teledor dengan menginformasikan suatu berita yang tidak jelas sumbernya karena khalayak dapat melakukan suatu tindakan yang sangat brutal jika berita dalam media massa tidak sesuai.

Anonim mengatakan...

Juliana dkk
kelas B
kel 1

Komik yang bagus , mengispirasi para jurnalis , wartawan :).

Begitulah seharusnya seorang wartawan , memeberitakan informasi yang sekiranya menarik perhatian khalayak , sesuai dengan publiknya , dan juga sesuai dengan fakta :) .
Karena jika memberitakan sesuatu yang bertentangan dengan fakta , publik akan kecewa dan akan terjadi boomerang efek ..

:) . thx

Abung Subangga DKK mengatakan...

Kelompok
Aldino Diaz
Abung Subangga
Angga Christianur
Derry Firmansyah
kelas A

Penggalan komik tersebut merupakan gambaran contoh dari jurnalistik.
Dimana jurnalistik harus mencuat fakta fakta yang terjadi kepada
publik yang telah dijadikan sebuah berita dan berdasarkan apa yang
dibutuhkan publik.

Unknown mengatakan...

"Syaiful Hasbi DKK"
"A FIKOM UNISBA 2010"

Menyimak Artikel Jurnalisme dari Komik Lucky Luke ini sangat menarik. Banyak hikmah yang dapat kami ambil, salah satunya adalah dapat melihat kegigihan seorang wartawan yang memperjuangkan surat kabar dan beritanya agar diterima oleh masyarakat. Kegigihannya patut kita contoh. Selain itu kami juga mendapatkan beberapa pengetahuan tentang dasar-dasar jurnalistik, yaitu:
- Bagaimana cara kita mendapatkan berita sesuai fakta
- Bagaimana cara kita mengemas berita agar terlihat menarik
- Bagaimana cara kita menyebarkan berita itu
- Adanya kebebasan bagi pers
- Dll
Tentu saja artikel ini dapat memberikan kontribusi bagi pengetahuan kami di dalam bidang jurnalistik. Terima kasih

Unknown mengatakan...

Rahayu Novitasari DKK
FIKOM A UNISBA 2010

Hikmah dan pendapat dari artikel

“Menyimak Jurnalisme dari Komik Lucky Luke”

Dalam artikel "Menyimak Jurnalisme dari komik Lucky Luke" hikmah dan pendapat yang dapat kami ambil banyak sekali. Kami dapat mengerti bagaimana gambaran dasar-dasar jurnalistik. Bermula dari seorang wartawan yang mengajak seorang sherif untuk menyebarkan surat kabar yang bernama Daily Star. Dalam proses bagaimana Daily Star menjadi laris dikonsumsi oleh masyarakat itu tidak mudah dan membutuhkan perjuangan keras. Dalam artikel ini dijelaskan bahwa :
1. Berita harus sesuai fakta
2. Berita harus dibuat semenarik mungkin
3. Pemasaran berita harus bersifat persuasif
4. Berita disampaikan harus tepat pada si penerimanya sesuai kebutuhan
5. Adanya kebebasan pers
Banyak hal menarik dalam penuturan isi komik ini yang dapat memberikan pandangan tentang jurnallistik.

Novan Riandhy DKK mengatakan...

Kelompok :
Novan Riandhy
Rizky Ahmad Nugraha
Trianda Lubis
Fahisa

Kelas fikom B 2010-2011

Artikel "Menyimak Jurnalisme dari komik lucky luke" sungguh sangat mengispirasi kami. Dimana sebuah kejujuran dalam pemberitaan yang dibuat oleh Horace P.Greely benar benar tanpa ampun alias berani.

Menurut kelompok kami, modal utama untuk menjadi seorang jurnalis adalah kejujuran. Dimana di zaman seperti ini kejujuran seorang jurnalis kadang kala diragukan karena cukup maraknya kasus dimana wartawan dibayar oleh pihak terkait untuk kepentingan pihak pihak tertentu.


Selain itu, cerita dalam komik ini juga menggambarkan sebuah ke-kreatifan seorang wartawan, dimana Greely dengan hebatnya mampu membuat berita semenarik mungkin sehingga orang-orang di dalam bar tersebut tertarik untuk membeli korannya. Dengan ikhlas dia berfikir hanya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh orang-orang.

Sosok seorang Greely sangat menggambarkan sikap IDEAL seorang Jurnalis, Dimana dia tanpa takut dan dengan senang hati memberikan informasi untuk orang-orang disekitarnya.

Sebelumnya kami mau mengucapkan terima kasih, karena artikel ini menambah pengetahuan kami tentang dunia jurnalistik dan semoga cerita ini bisa menjadi "angin segar" untuk para jurnalis dan menginspirasi mereka agar selalu bertindak jujur dalam pemberitaan sebaik ataupun seburuk apapun. amin...

Anonim mengatakan...

kelompok
ady hadyansah
rangga lesmana
reza resdiansyah

kelas A

menurut kami setelah membaca artikel ini, menurut kami yaitu apabila menjadi seorang jurnalis haruslah berani mengungkapkan suatu peristiwa yang sebenarnya sesuai fakta. karena kejujuran seorang jurnalis adalah kunci untuk menjadi seorang jurnalis yang profesional. walaupun kadang terjadi pro dan kontra pada liputan yang di tayangkan oleh seorang jurnalis.

terimakasih

Maman Nurjaman mengatakan...

h..........JUJUR kunCi'y

Maman Nurjaman mengatakan...

....good jOb(",)
#komik lucky luke bner-bener T.O.P B.G.T, Lyarbiasa,, banyak pelajaran yang bisa saya ambil, hmmmmmm...,Benar apa kata Ema "cing Jujur jang beh Suksess" ternyata JUJUR kunci utama dari kesuksesan, pun bagi seorang penulis., skil tdak bisa mengokohkan karir seorang penulis tanpa dilandasi kejujuran, seorang yang sukses menyandang gelar tinggi akan lenyap karna lupa akan kunci kesuksesan itu sendiri akibatnya gelar tersebut hilang dengan sekejap, yang asalnya berhasil mendapatkan gelar Dr.xxx menjadi gelar Plagiat Dr.xxz dengan kedudukan yang sangat rendah dan memalukan, karena ke tidak JUJURannya dalam karya tulis.,
Thx to:
Bp.Septi(dosen)
Ema(ibunda)
Maman Nurjaman
10020208014
Fak.Dakwah(KPI) 2008

Anonim mengatakan...

bagus sekali, bahwa seorang jurnalis harus berani mengungkap peristiawa yang sebenarnya dan memberi berita yang aktual bukan berita kadaluarsa, semua ini untuk menjadi alat bukti jurnalis

Anonim mengatakan...

komentar dari: lukmanudin (10020210006)
dakwah unisba 2010
subhanalloh sekali yahhh......
setelah saya membaca artikel di tas ini banyak hikmah yang saya dapatkan diantaranya, "katakanlah kebenaran itu walaupun pahit".
saya setuju sekali bila dikatakan suara jurnalis adalah suara nurani yang melihat fakta-fakta yang mengandung niat bahwa hidup masyarakat harus dibela beradasarkan kemanusiaan dan hidup beragama. yang perlu kita garisbawahi adalah bahwa menjadi seorang jurnalis itu tidak semudah yang kita bayangkan. di sisilain seorang jurnalis harus berani menyampaikan kebenaran walaupun nyawa adalah taruhannya.

Anonim mengatakan...

Berkata Maftuh Supriadi dari
Fak. Dakwah:
Melakoni profesi jurnalisme bukan hanya sebagai pemberi kabar berita akan tetapi akan menjadi sesuatu hal yang luar biasa, sesuatu yang langka, sesuatu yang unik, sesuatu yang belum banyak orang mengetahui, sesuatu yang sulit dimasuki, sesuatu yang dialami/meminpa seseorang (tokoh penting), komentar tokoh penting, yang dilakukan dengan penuh dedikasi kejurnalistikan yang memiliki ciri khusus;
a. selalu bersikap mempertanyakan, maksudnya agar seorang jurnalis tidak puas dengan satu permukaan dalam suatu peristiwa serta canggung dalam mengingatkan kekurang yang ada di dalam suatu peristiwa.jurnalis haruslah terjun bebas keberbagai lapangan untuk berjuang, menggali hal-hal yang eksklusif.
b. jurnalis mesti mencari, mengamati peristiwa yang terjadi mulai dari awal sampai selesai dengan ketajaman psikologi jurnalis, bukan menunggu sebuah peristiwa muncul.
c. profesi jurnalis bukan hanya sebagai agent of change lagi, tetapi mampu menjadi tool of change (alat perubahan), dimana perubahan merupakan hukum jurnalisme, jurnalis bukan lagi sebagai penyalur informasi, tetapi sebagai fasilitator, penyaring, dan pemberi makna dari sebuah informasi.
d. profesi jurnalis bukan hanya sebagai pelapor, tetapi harus menjadi pelopor, bertindak sebagai telinga dan mata publik, melaporkan peristiwa-peristiwa diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka serta tidak memihak.
Keberadaan jurnalis sekarang ini, bukan hanya sebatas penyampai informasi, tetapi memiliki tugas, tanggung jawab yang berat dalam mempublikasikan fakta-fakta yang objektif dalam setiap pemberitaannya yang mengandung unsur-unsur 5w+1H;
A. WHO. siapa yang terlibat didalamnya?
B. WHAT. apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
C.WHERE. dimana peristiwa itu terjadi?
D. WHY. mengapa peristiwa itu terjadi?
E. WHEN. kapan peristiwanya terjadi?
F. HOW. bagaimana peristiwanya?
inilah hal-hal yang terpenting yang saya temukan dalam membaca artikel ini.

Anonim mengatakan...

Berkata Maftuh Supriadi(10020210015)dari
Fak. Dakwah UNISBA:
Melakoni profesi jurnalisme bukan hanya sebagai pemberi kabar berita akan tetapi akan menjadi sesuatu hal yang luar biasa, sesuatu yang langka, sesuatu yang unik, sesuatu yang belum banyak orang mengetahui, sesuatu yang sulit dimasuki, sesuatu yang dialami/meminpa seseorang (tokoh penting), komentar tokoh penting, yang dilakukan dengan penuh dedikasi kejurnalistikan yang memiliki ciri khusus;
a. selalu bersikap mempertanyakan, maksudnya agar seorang jurnalis tidak puas dengan satu permukaan dalam suatu peristiwa serta canggung dalam mengingatkan kekurang yang ada di dalam suatu peristiwa.jurnalis haruslah terjun bebas keberbagai lapangan untuk berjuang, menggali hal-hal yang eksklusif.
b. jurnalis mesti mencari, mengamati peristiwa yang terjadi mulai dari awal sampai selesai dengan ketajaman psikologi jurnalis, bukan menunggu sebuah peristiwa muncul.
c. profesi jurnalis bukan hanya sebagai agent of change lagi, tetapi mampu menjadi tool of change (alat perubahan), dimana perubahan merupakan hukum jurnalisme, jurnalis bukan lagi sebagai penyalur informasi, tetapi sebagai fasilitator, penyaring, dan pemberi makna dari sebuah informasi.
d. profesi jurnalis bukan hanya sebagai pelapor, tetapi harus menjadi pelopor, bertindak sebagai telinga dan mata publik, melaporkan peristiwa-peristiwa diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka serta tidak memihak.
Keberadaan jurnalis sekarang ini, bukan hanya sebatas penyampai informasi, tetapi memiliki tugas, tanggung jawab yang berat dalam mempublikasikan fakta-fakta yang objektif dalam setiap pemberitaannya yang mengandung unsur-unsur 5w+1H;
A. WHO. siapa yang terlibat didalamnya?
B. WHAT. apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
C.WHERE. dimana peristiwa itu terjadi?
D. WHY. mengapa peristiwa itu terjadi?
E. WHEN. kapan peristiwanya terjadi?
F. HOW. bagaimana peristiwanya?
inilah hal-hal yang terpenting yang saya temukan dalam membaca artikel ini.

Anonim mengatakan...

Setelah saya membaca artikel ini saya semakin tertarik dengan dunia jurnalis. Seorang jurnalis harus berani mengatakan yang benar dan yang salah. Seorang jurnalis harus mampu untuk menguak segala permasalahan yang terjadi yang ditulisnya dengan sebenar-benarnya meskipun pada akhirnya ia beresiko untuk mendapat kecaman banyak orang. Contohnya saja dalam artikel ini, Greely setelah mendapat masukan dari Lucky Luke ia berani untuk mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya di saloon tersebut meskipun dengan resiko yang tinggi. Itulah yang diperlukan dunia saat ini sosok seorang jurnalis yang bisa melaporkan suatu peristiwa dengan sebenarnya bukan untuk memutarbalikan fakta.
Di dalam dunia jurnalis juga tidak sekedar mempublikasikan apa yang dilaporkannya tetapi perlu sebuah ketertarikan dari masyarakat tersendiri, selain itu perlu adanya sebuah kepentingan dan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Anonim mengatakan...

Suci Rachmawati
Fak. Dakwah Unisba 10020210013
Setelah saya membaca artikel ini saya semakin tertarik dengan dunia jurnalis. Seorang jurnalis harus berani mengatakan yang benar dan yang salah. Seorang jurnalis harus mampu untuk menguak segala permasalahan yang terjadi yang ditulisnya dengan sebenar-benarnya meskipun pada akhirnya ia beresiko untuk mendapat kecaman banyak orang. Contohnya saja dalam artikel ini, Greely setelah mendapat masukan dari Lucky Luke ia berani untuk mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya di saloon tersebut meskipun dengan resiko yang tinggi. Itulah yang diperlukan dunia saat ini sosok seorang jurnalis yang bisa melaporkan suatu peristiwa dengan sebenarnya bukan untuk memutarbalikan fakta.
Di dalam dunia jurnalis juga tidak sekedar mempublikasikan apa yang dilaporkannya tetapi perlu sebuah ketertarikan dari masyarakat tersendiri, selain itu perlu adanya sebuah kepentingan dan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Anonim mengatakan...

Hadi Supriyadi
Fakultas Dakwah 2010
(10020210010)
dari kisah Lucky Luke ini tampak jelas penggambaran Posisi Jurnalis yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan, sosok Greely dalam kisah tersebut digambarkan sebagai sosok yang punya jiwa jurnalis yang harus dipunyai oleh pada jurnalis sekarang. yakni, sikap berani mengatakan apa yang benar sebagai benar dan salah sebagai salah. selain itu,sosok Greely juga sebagai sosok yang pantang menyerah, setelah pada awal diceritakan sempat disiksa dan kena amuk masa karena beritanya sering bikin jengkel pembacanya,namun tetap pada visinya "misionaris informasi". selain itu, sikap Lucky Luke juga patut dijadikan contoh, yakni membela kebebasan Pers. dengan membela kebebasan Pers, berarti menjaga sumber Informasi dan pengetahuan tentang segala sesuatu yang perlu diketahui..

Anonim mengatakan...

Heni St. Suheni (10020210011)
fakultas Dakwah

setelah menyimak cerita ini, hikmah yang dapat saya ambil adalah bahwa:
1. ketika sebuah kebenaran terungkap, maka akan ada pihak yang dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan.
2. mahalnya nilai sebuah kejujuran.
3. keberanian tokoh lucky luke sudah menjadi sebuah karakter.
4. ketertarikan masyarakat akan sebuah berita apabila berkaitan erat dengan hajat/kepentingan orang banyak.
5. cara mengungkapkan kebenaran harus menarik, cantik, elegan, dan heroik.

Unknown mengatakan...

komentar: M Syaukani AR (10020210016)
fakultas Dakwah UNISBA 2010

artikel dari cerita lucky luke ini sangat menarik,

dari artikel di atas, saya dapat memahami bahwa jurnalisme di dalam cerita ini adalah kegiatan/pekerjaan mengumpulkan dan menyebarluaskan berita mengenai fakta-fakta suatu kejadian melalui media massa (koran), yang mana berita tersebut berhubungan erat dengan kepentingan orang lain. sehingga dapat merugikan dan dapat pula menguntungkan pihak-pihak yang berhubungan dengan berita tersebut.
dan juga bahwa kebenaran akan fakta-fakta itu akan sangat dibutuhkanoleh orang banyak, sekalipun di negri cowboy yang berantakan, karena akan menentukan nasib mereka kedepannya.

Anonim mengatakan...

Komentar dari : Andrian Suherman (10020210005)
Fakultas Dakwah UNISBA 2010
Artikel dari cerita Lucky Luke ini sangat mengesankan,
Dari artikel di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa jurnalisme yang ada di dalam cerita tersebut adalah 1. suatu kegiatan untuk menyampaikan dan menyebarluaskan berita yang berhubungan dengan fakta-fakta yang logis, fakta tersebut didapatkan setelah dilakukan penelitian yang baik.
2. Kejujuran itu sangat diperlukan di bidang jurnalistik, sehingga publik mengetahui kebenaran menyangkut suatu kejadian.
3. Di setiap tempat itu ada pembicaraannya dan setiap pembicaraan itu ada tempatnya,jadi sesuai dengan kebutuhan seseorang.
4. Apabila fakta kejadian itu terungkap, maka ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan sesuai dengan fakta tersebut.

Anonim mengatakan...

Deni Ludiyatun
fak Dakwah KPI 10020210003
Bismillahirrahmaanirrahiim...
setelah membaca artikel lucky luke saya sangat tersentuh, ternyata menjadi seorang jurnalistik seru,penuh rintangan dan kehati2an dan juga kejujuran,,, tidak semudah yang dibayangkan seperti yang biasanya ditonton, karena sudah tersaji dg baik. Ketika membaca Kisah dalam artikel tersebut timbul semangat saya untuk terus mengulik JURNALISTIK... wow sangat MENARIK!!!! ^_^

Unknown mengatakan...

Firmansyah
NPM:10020212806

Dalam Sembilan elemen diatas terlihat bagaimana kiprah jurnalistik dalam menyajikan sebuah informasi yang ditujukan pada warga. Betapa sebuah berita itu harus berimbang, itu dalam tataran teori yang dipelajari, namun di luar dalam tataran nyata seorang journalist cenderung mempunyai keberpihakan–keberpihakan tertentu akan sebuah masalah, kadang ada yang berkilah keadilan itu milik Tuhan saya manusia hanya bisa mengupayakannya, seperti itu ?
Dalam sebuah bisnis media dimana siklus jurnalistik berada didalamnya, terbentuk sebuah pertanyaan, apakah media dalam lingkaran bisnis itu ataukah bisnis yang berada dalam lingkaran media, Pada dasarnya Jurnalistik bisa dikatakan sebuah pemuas rasa ingin tahu publik melalui informasi yang di sajikannya, Dalam kaidah elemen jurnalistik diprioritaskan pada nomor urut satu, Kewajiban utama seorang journalis adalah pada kebenaran. Lalu kaitan dengan berita yang disajikan? Saya yakin semua berita yang disajikan adalah benar, tidak mungkin seorang jurnalis akan membuat berita yang terkotak, dalam artian tanpa mencari data yang falid. Akan tetapi masalahnya kebenaran sebuah berita itu bisa dimunculkan dalam artian pandangan dan keberpihakan perusahaan yang membawahi media tersebut condong ke pihak yang mana, jika pada dasarnya Perusahaan condong kepada pihak “A” semisal, lalu pihak “A” ini melakukan sebuah kesalahan atau hal buruk yang menyangkut imagenya dimasyarakat maka medianya akan cenderung meminimalisir penulisan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pihak “A”. Kebenaran dalam artian yang mana? Mungkin jawabannya akan begitu abstrak, karena setiap masyarkat, setiap manusia, setiap ras, suku, dan Bangsa akan mempunyai persepsi kebenaran yang berbeda-beda, kebenaran semacam apa yang dimaksud oleh Bill kovach, benarkah ia adalah kebenaran filosofis? Tentu tidak, kebenaran dalam elemen ini adalah kebenaran yang berada dalam tataran fungsional, semisal polisi menangkap pelaku kriminal dikarenakan polisi mencari data dengan kebenaran fungsional, begitu juga Jurnalis yang ditegakkan adalah kebenaran fungsional, lapis demi lapis.. Media selalu menulis kebenaran tapi untuk siapa?

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Lucky luke memang komik fantasi keren