Minggu, 27 Maret 2011

Perkembangan Jurnalisme

Sejarah

Sejarah menuturkan bahwa jurnalisme ialah alat penyuplai kebutuhan orang berkomunikasi. Komunikasi, sebagai alat penting bagi manusia, merupakan jalan bagi manusia bertukar informasi. Sejak masa prahistoris, komunikasi dilakukan melalui aneka cara: segala jenis informasi disebar melalui para dukun, peramal, orang bijak, dan sebagainya. Semuanya, menurut Aleksander Rozhkov (2001, Disertasi), seorang dosen sejarah Jurnalisme, dapat dilihat melalui lukisan batu, perkamen, atau bangunan.
Dengan begitu, komunikasi banyak berubah bentuk. Dari sejak awal kehidupan bermasyarakat, manusia mempergunakan berbagai medium untuk berkomunikasi.
Orang-orang kemudian memindahkan bahasa, sebagai alat mengantarkan pikiran dan perasaan itu, ke dalam catatan-catatan yang bersifat kronikal, riwayat, biografis, sejarah, perjalanan, dan berbagai bentuk surat-menyurat – dari yang bersifat pribadi sampai pesan-pesan kerja, dari yang menyajikan khotbah (nasihat) sampai kerjaan-omong kosong, mereka-ulang cerita, dan selebaran-selebaran.
Semua itu bisa ditemukan, misalnya, di fase-fase religiusitas menguasai masyarakat. Para ahli sejarah kerap memaparkan dokumen-dokumen catatan kronikal peristiwa, riwayat para penyebar keagamaan, atau kisah-kisah ketokohan seseorang. Di fase perdagangan mulai digerakan para raja, di wilayah-wilayah kerajaan yang menggunakan uang (sebagai pengganti barter), selebaran–selebaran (newsletter) dibuat untuk menginformasikan barang-barang, kedatangan kapal-kapal dagang yang berlabuh, dan harga-harga yang ditawarkan.
Sampai kemudian ketika jurnalisme ditemukan: sebagai sebuah kegiatan melaporkan berbagai kejadian/peristiwa yang terjadi di masyarakat. Namun, kemudian, dipakai sebagai alat penyalur tekanan sosial-politik. Dan, perkembangannya terkait dengan ditemukannya mesin cetak sebagai wahana yang mengganti oral, dari mulut ke mulut, ketika menyampaikan informasi (kisah-kisah kronikal, pelaporan, ataupun pamflet). Bentuk cetakan, khususnya suratkabar, merupakan awal dunia jurnalisme mengabarkan berbagai kejadian masyarakat.
Produk pertama jurnalistik, dalam bentuk newsheet, yang bersikulasi di Roma, dinamakan Acta Diurna. Harian yang terbit pada abad ke 5 Sebelum Masehi, yang digantungkan di alun-alun kota, ini merekam segala kejadian sosial dan politik.
Pada Abad Pertengahan, jurnalisme mengenali bentukan pengiriman laporan, tinjauan, perkabaran, dan lain-lain, yang diedarkan berbagai institusi untuk tujuan yang bersifat informatif. Fase ini dikenal sebagai masa peredaran sirkulasi flying papers. Ditemukannya proses cetak, yang mendorong mobilitas lebih jauh peredaran dan pengiriman informasi, oleh I.Guttenberg pada 1440, telah menancapkan pengembangan media cetak (pers) dan, tentu saja, jurnalisme. Eropa Barat, sebagai tanah kelahiran institusi sosial “mesin pers”, bisa dinilai sebagai wilayah awal pertumbuhan jurnalisme. Belgia, misalnya, menjadi tempat Niewe Tydingen (yang berarti "All news", atau kumpulan berita), suratkabar pertama diterbitkan melalui perusahaan cetak Vramma Vergevena, di Antwerp pada 1605.
Di berbagai tempat lain, dalam catatan ensiklopedi BRITANNICA (2000), terdapat pula. Di Jerman, kota-kotanya memunculkan berbagai terbitan cetak regular. Di Inggris, terbitan cetak pertamanya adalah Weekly Newes, pada 1622. Salah satu terbitan awal surat kabar hariannya ialah the Daily Courant, pada 11 Maret 1702.
Catatan sejarah juga menyebutkan embrio media jurnalistik cetak di kawasan Asia. Di Cina, pada sepanjang dinasti T’ang, di lingkungan istana, ada beredar media bernama pao, yang berarti “report” (laporan), yang melaporkan berbagai informasi di seputar pejabat pemerintahan. Sementara Rozhkov mencatat bahwa suratkabar yang terbit di lingkungan istana itu bernama Dibao, pada Abad VIII. Bentuk suratkabar muncul dan hilang, dengan berbagai nama dan bentuk, pada akhir dinasti Ch’ing, 1911. Selain Cina, di Jepang pun muncul. Dari lempengan tanah lempung, ditemukan nama Iomiori Kavaraban ("to read and to hand"). Semua itu, menurut Rozhkov, bisa dikatakan sebagai fenomena para-newspaper.
Pemunculan koran-koran cetak itu bukan tanpa halangan, atau tekanan. Sensor, pembatasan pemberitaan, dan beban pajak, adalah diantara beban yang diterakan kepada pengelolaan media. Namun, di tengah keadaan seperti itu, pada abad 18, berbagai terbitan jurnalisme awal tetap bermunculan. Misi yang diembannya ialah kebebasan berpendapat dan menyalurkan kebutuhan masyarakat. Awalnya, didesak oleh kebutuhan melek huruf masyarakat, namun sejalan dengan perkembangan mesin dan elektrik, sirkulasi harian koran meningkat dari jumlah ribuan dan ratusan ribu sampai jutaan eksemplar.
Bentuk majalah, terbit sejak abad 17, melalui bentuk-bentuk jurnal. Dimulai dengan berisi artikel-artikel opini yang mengomentari pelbagai kejadian aktual. Tatler (1709-11) dan Spectator (1711-12) adalah contoh awalnya. Tahun 1830-an, sirkulasinya melebar dan menyentuh khalayak berpendidikan, melalui majalah-majalah ilustratif dan wanita.
Pendanaan yang besar untuk pengumpulan berita diawali melalui format kantor berita, sebuah organisasi yang menampuk liputan-liputan jurnalistik internasional dan menjualnya kepada berbagai koran dan majalah. Pemunculan radio dan televisi, pada abad 20, telah meluaskan segala komunikasi cetak dan elektronik ke dalam produk jurnalistik. Penemuan telegraf dan kemudian radio dan televisi menyempurnakan kecepatan dan ketepatan aktifitas jurnalistik. Pada waktu yang bersamaan, khalayak mendapat saluran dan distribusi muatan berita yang masif. Satelit abad 20 telah membuat pengiriman informasi jurnalistik memiliki jarak tempuh yang lebih panjang.
Dan kini kita mengenali kegiatan jurnalistik mengumpulkan, menyiapkan, dan mengedarkan berbagai berita atau opini melalui pamflet, newsleter, koran, majalah, radio, filem, televisi, internet, dan buku.
Walaupun esensi jurnalisme itu ialah berita, namun dalam perkembangannya telah mendapatkan banyak pemaknaan. Istilah “hard news” tidak lagi mengartikan “news value” yang amat penting. Ia telah jadi marginal. Ini sebagian besar merupakan konsekwensi dari kedatangan pemberitaan radio dan televisi, yang membawa buletin berita kepada orang banyak dengan kecepatan yang tak dapat ditandingi oleh media pers. Untuk menjaga khalayaknya, surat kabar telah meningkatkan jumlah penyajian interpretive material – berbagai artikel yang melatarbelakangi sebuah pemberitaan, ulasan-ulasan pendek, dan kolumnis yang dengan ketepatan dan kepiawaiannya mengomentari. Pada pertengahan 1960, banyak suratkabar, terutama yang terbit sore dan edisi Minggu, telah memakai teknik penyajian majalah, terkecuali untuk isi “hard news” dengan keketatan aturan obyektifitas-ketradisionalannya. Majalah-majalah berita telah membuat pemberitaan mereka berdarah-darah dengan komentar-komentar editorial.
Jurnalisme memang punya keliaran dinamika dalam perkembangannya. Dekade post-PD II diantaranya menggambarkan pergulatan jurnalisme dengan pelbagai laporan dan analisa kampanye pemilihan, skandal-skandal politik, hubungan- hubungan gelap, dan temuan “New Journalism” melalui penulis seperti Truman Capote, Tom Wolfe, dan Norman Mailer.
Abad 20 telah mengisahkan bagaimana penolakan jurnalisme terhadap pembatasan yang dilakukan pemerintah. Di negara-negara berpemerintahan Komunis, pers dimiliki oleh negara, para wartawan dan pemimpin redaksinya menjadi pegawai pemerintah. Di bawah sistem pers mereka, fungsi utama pers ialah melaporkan pemberitaan bercampur tugas mengangkat dan mendukung ideologi nasional serta tujuan-tujuan yang dikehendakinya. Media jadi pemapar prestasi pemerintahan Komunis, dan meniadakan pelaporan yang memburukkan kekuasaan. Berbagai sensor terhadap kerja jurnalisme menjadi bagian dari kehidupan di negara-negara Komunis.
Di negara-negara berkembang (developing nations) yang non-komunis, pers menikmati derajat kebebasan yang bermacam ragam, dari yang bersifat mesti mau melakukan self-censorhip (menyensor sendiri) apa-apa yang sekira bakal dilarang pemerintah, sampai yang benar-benar disensor langsung seperti di negara-negara Komunis. Kebebasan pers benar-benar dinikmati benar untuk media yang hidup di negara-negara yang berbahasa laporan most English-speaking dan negara-negara Eropa barat.


Elemen Jurnalisme Masa Kini

Good journalism, kata Leonard Downie JR. dan Robert G.Kaiser dalam The News About The News (2002), ialah kegiatan dan produk jurnalistik yang dapat mengajak kebersamaan masyarakat di saat krisis. Pelbagai informasi dan gambaran krisis, yang terjadi dan disampaikan, mesti menjadi pengalaman bersama. Ketika sebuah kejadian yang merugikan masyarakat terjadi, sebuah media memberi sesuatu yang dapat dipegang oleh masyarakat. Sesuatu itu ialah fakta-fakta, juga penjelasan dan ruang diskusi, yang menolong banyak orang terhadap sesuatu yang tak terduga kejadiannya.
Masyarakat diajak agresif pada sesuatu yang penting terjadi. Dari soal pendidikan, jalanan berlubang, perumahan kebanjiran, pelayanan pemerintah dan keadilan, dan lain-lain, masyarakat diajak paham dan terlibat. Pemberitaan ketidakbecusan dan korupsi di pemerintah dan parlemen dapat mengubah kebijakan yang semula merugikan rakyat, menyelamatkan uang para pembayar pajak dan APBD, serta mengakhiri kebejatan para pelayan dan wakil rakyat. Pemberitaan praktik bisnis kotor menyelamatkan uang konsumen dan keamanan rakyat. Pemberitaan lingkungan, kesehatan, makanan, dan produk-produk yang berbahaya menyelamatkan kehidupan rakyat. Peliputan soal kemiskinan, gelandangan, ketidakadilan, penderitaan, dan seterusnya, memberi "suara" pada pihak yang tak bisa "bersuara".
Bad journalism ialah media yang kurang cakap melaporkan pemberitaan yang penting diketahui masyarakat. Media yang memberitakan suatu peristiwa secara dangkal, sembrono, dan tidak lengkap, sering disebut tidak akurat dan tidak cover both sides. Ini berbahaya bagi masyarakat karena ketidaklengkapan informasi yang didapatnya. Ketidakcakapan pemberitaan manipulasi dan korupsi perbankan telah mengakibatkan pingsannya industri serta dirugikannya para depositor dan pembayar pajak dalam hitungan ratusan miliar rupiah.
Semua dikarenakan kemalasan meliput dan kedangkalan pelaporan. Kerja media cuma mengisi kolom demi kolom dengan hal-hal yang "halus dan sepele", enggan berurusan dengan hal-hal "penting dan penuh pertempuran", lebih banyak menimba fakta-fakta yang sudah "siap edar" dari nara sumber yang sudah rutin dan formal dan "siap wawancara". Lalu, bersama-sama kameraman teve, membuat dramatisasi penangkapan yang penuh dengan teriakan dan letusan senjata. Atau, ke sana-kemari di ruang pengadilan, mencari peristiwa yang sudah siap dinilaiberitakan.
Semua itu, menurut Downie J.R. dan Kaiser, "bukanlah hal yang baru, atau faktual, atau interesting, atau penting untuk diberi label news".
Dari sinilah, terjadi bias. Berita yang diterima masyarakat kerap disensor secara invisible. Entah itu terkait dengan ketidakcakapan wartawan, entah dengan visi redaksi, entah pula dengan kesejahteraan dan keselamatan bisnis media.
Meski berbagai asumsi itu tidak sahih benar, setidaknya masih melogikakan cacatnya pemberitaan. Buruknya pemberitaan media menyebabkan ketidaktahuan masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan kerugian.

Kerugian itu harus dihindari.

Bill Kovach & Tom Rosenstiel, dalam The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (2001) merumuskan sembilan elemen jurnalisme. Berbagai elemen ini merupakan dasar jurnalisme agar bisa dipercaya masyarakat. “The purpose of journalisme,” nilai Kovach dan Rosenstiel (hlm.17-19), “is to provide people with the information they need to be free and self-governing”. Kebajikan utama jurnalisme ialah menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat hinggar mereka leluasa dan mampu mengatur dirinya. Jurnalisme membantu masyarakat mengenali komunitasnya. Jurnalisme, dari realitas yang dilaporkannya, menciptakan bahasa bersama dan pengetahuan bersama. Lewat jurnalisme, masyarakat mengenai harapannya, siapa yang menjadi pahlawan dan siapa penjahatnya. Media jurnalisme menjadi wacthdog, anjing penjaga, berbagai peristiwa yang baik dan buruk, dan mengangkat aspirasi yang luput dari telinga orang banyak. Semua itu terjadi berdasar informasi yang sama. Informasi itu disampaikan jurnalisme kepada masyarakat.
Untuk itu, jurnalisme memiliki tugas:

1. Menyampaikan kebenaran
2. Memiliki loyalitas kepada masyarakat
3. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi
4. Memiliki kemandidiran terhadap apa yang diliputnya
5. Memiliki kemandidiran untuk memantau kekuasaan
6. Menyadi forum bagi kritik dan kesepakatan publik
7. Menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik
8. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional
9. Meleluasakan wartawan untuk mengikuti nurani mereka
(Kovach dan Rosenstiel, hlm: 12-13)

Elemen jurnalisme yang pertama, menurut Kovach dan Rosenstiel (hlm.36-50) adalah kebenaran.
Cassandra Tate, pada 1984, menceritakan kebohongan media yang dilakukan wartawan New York World. Koran kuning milik Joseph Joseph Pulitzer, pada 1913, mendirikan Burreau of Accuracy and Fair Play, yang bertugas sebagai ombudsman di harian New York World. Tujuan: meyakinkan pembaca bahwa World layak dipercaya. Salah satu laporan ombudsman harian ini ialah menceritakan keanehan pola laporan berita tentang kapal karam: kisah-kisah feature-nya selalu memunculkan seekor kucing. Apa ada hubungan antara kucing dengan kapal karam? Si wartawan yang meliput berita tersebut menjelaskan.
Ketika sebuah kapal karam, wartawan itu menemukan kisah seekor kucing yang diselamatkan para awak kapal. Kisah kucing ini diceritakannya. Sementara, rekan-rekan wartawannya yang lain tak mengangkatnya. Akibatnya, mereka banyak disemprot oleh para redakturnya. Mereka dinilai gagal. Tatkala terjadi lagi peristiwa kapal karam, mereka pun menyisipkan seekor kucing di dalam kisahnya. Padahal, tidak ada kucing di kapal tersebut. Si wartawan Wordl tidak mau ikut-ikutan, ia tidak menyertakan kucing di dalam laporannya. Dan, kini, ia yang dicaci maki redakturnya. Maka itu, selanjutnya, bila ia dan kawan-kawan wartawannya menemukan kejadian kapal karam, mereka pasti menyantumkan kucing mengeong-ngeong di dalam laporan beritanya. Ini contoh jurnalisme yang tidak menyampaikan kebenaran.
Tapi, kebenaran yang dimaksud di sini ialah kebenaran fungsional. Bukanlah kebenaran yang banyak dicari orang-orang filsafat. Bukanlah kebenaran mutlak, apalagi kebenaran Tuhan. Kebenaran fungsional berarti kebenaran yang terus-menerus dicari. Kebenaran mengenai, misalnya, harga bahan-bahan pokok saat ini, nilai kurs mata uang, atau hasil pertandingan olah raga.
Jurnalisme melaporkan materi “kebenaran” apa yang dapat dipercaya dan dimanfaatkan masyarakat pada saat ini. Berbekal kebenaran tersebut, masyarakat belajar dan berpikir mengenai segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Apakah besok akan hujan? Apa di sana ada kemacetan lalu lintas? Apa tim olah raga saya menang? Apa yang ditegaskan presiden? Dengan demikian, jurnalisme menyampaikan kebenaran tentang fakta-fakta yang ditemukannya saat itu. Fakta-fakta yang dilaporkan secara akurat dan jujur.
Tapi, apakah memadai, sekadar melaporkan nama dan tanggal secara akurat? Apakah cukup melaporkan walikota memuji-muji polisi di sebuah acara, sementara dalam faktanya, polisi terlibat dalam skandal korupsi. Pujian walikota berarti merupakan retorika politik terhadap kritikan masyarakat tentan kinerja polisi. Meski begitu, hal itu bukanlah bearti akurasi tidak penting. Akurasi tetaplah menjadi hal yang penting bagi jurnalisme, menjadi fondasi bagi pengembangan berita selanjutnya – yang terkait dengan: konteks, interpretasi, dan hipotesis, dan lainnya.
Kebenaran di sini bukanlah kebenaran yang bersifat religius, ideologis, atau pun filsafat. Juga, tidak menyangkut kebenaran berdasar pandangan seseorang. Sebab, pemberitaan seorang wartawan bisa memiliki bias. Latar belakang sosial, pendidikan, kewarganegaraan, kelompok etnik, atau agama, yang dianut wartawan mempengaruhi laporan berita yang dibuatnya. Wartawan berkemungkinan menafsirkan “kebenaran” sebuah fakta secara berbeda-beda satu-sama lainya.
Di hari pertama peristiwa kecelakaan dilaporkan, contoh Kovach dan Rosenstiel , wartawan menunjukan: waktu dan tempat, kondisi dan cuaca saat itu, jenis kendaraan, kerusakan, dan sebagainya. Hari selanjutnya, ialah laporan hasil verifikasi fakta: memaknakan peristiwa tersebut, melalui pelabagai fakta lain yang terkait dengannya. Ini berarti: kebenaran jurnalisme ialah upaya menyapih fakta-fakta dari kekeliruan informasi – entah disengaja atau tidak oleh pihak-pihak tertentu – atau dari kekosongan informasi. Wartawan mesti menyingkirkan fakta yang bersifat desas-desus, tidak penting, atau dimanipulir. Menekankan apa-apa yang penting, dan membuang informasi sampah.

Elemen kedua ialah loyalitas kepada masyarakat. Ini memaknakan keindependenan jurnalisme. Ini berarti membuat resensi filem yang jujur (bukan pesanan), mengulas liputan tempat rekreasi yang tidak dipengaruhi para pemasang iklan, atau membuat liputan yang tidak didasari kepentingan pribadi atau kepentingan relasi tertentu. Selain itu, pemberitaan disampaikan juga tidak dibayang-bayangi kepentingan bisnis dari pemilik media.
Misalnya, rencana bisnis media merancang target khalayak untuk kalangan sosial tertentu. Kalangan ini dinilai yang paling banyak mempengaruhi publik. Menargetkan berita seperti ini bisa dikatakan mengabaikan kelompok masyarakat lainnya, hanya untuk mengejar kelompok khalayak yang mengundang pemasang iklan potensial.
Para jurnalis tidak bekerja atas kepentingan pelanggan. Para jurnalis bekerja atas komitmen, keberanian, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan, dan profesionalisme, yang telah diakui publik.

Elemen ketiga ialah disiplin dalam melakukan verifikasi. Ini berarti kegiatan menelusuri sekian saksi untuk sebuah peristiwa, mencari sekian banyak nara sumber, dan mengungkap sekian banyak komentar. Verifikasi juga berarti memilah jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi, dan seni. Hiburan (dan infotainment) tertuju pada hal-hal yang menyenangkan semata. Propaganda mengerangka fakta (persuasi dan manipulasi) demi kepentingan tertentu. Fiksi memokus kesan personalitas pengarang. Jurnalisme ialah melaporkan segala apa yang terjadi setepat mungkin.
Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi:

• Jangan menambah atau mengarang apa pun;
• Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar;
• Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi Anda dalam melakukan reportase;
• Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri;
• Bersikaplah rendah hati.

Elemen keempat: kemandirian terhadap apa yang diliputnya. Ini berarti tidak menjadi konsultan “diam-diam”, penulis pidato, atau mendapat uang dari pihak-pihak yang diliput. Arti lainnya lagi, menunjukan kredibilitas kepada berbagai pihak, melalui dedikasi terhadap akurasi, verifikasi, dan kepentingan publik. Atau, kemandirian melakukan kegiatan jurnalisme dengan ketaatan dan penghormatan yang tinggi pada prinsip kejujuran, kesetiaan pada rakyat, serta kewajiban memberi informasi dan bukan manipulasi. Bekerja atas dasar kesetiaan yang tinggi terhadap jurnalisme.
Dalam contoh tertentu, kemandirian ini bisa diartikan dengan sungguh-sungguh mengenali khalayak berita, benar-benar memberi perhatian kepada mereka secara merata: dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan, dari segala tingkatan ekonomi. Tidak membedakan agama (Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan lainnya). Tidak melihat ideologi (liberal, sosialis, marxis, dan sebagainya). Tidak melihat warna ras (kulit putih, keturunan Asia, Afrika, Hispanik, dan sebagainya). Tidak melihat pula jenis kelamin (laki atau perempuan), atau cacat-tidaknya seseorang. Sebab, kemandirian di sini menegaskan bahwa ia pertama-tama dikenali orang sebagai jurnalis. Bbukan orang Cina, orang Kristen, orang cacat, atau lainnya.

Elemen kelima adalah kemandirian untuk memantau kekuasaan. Elemen ini bukan berarti pekerjaan wartawan itu mengganggu orang yang tengah berbahagia, dengan berita-berita buruk. Bukan menunggangi keburukan masyarakat. Juga, bukan memerankan wacthdog dengan tujuan melaporkan sesuatu yang selalu sensasional daripada melayani masyarakat. Apalagi, mengatasnamakan wacthdog untuk kepentingan bisnis media.
Elemen ini terkait dengan kegiatan investigatif pers. Kegiatan media melaporkan berbagai pelanggaran, kasus, atau kejahatan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, baik pihak pemerintah atau pun lembaga-lembaga yang kuat di masyarakat. Laporan pers, dengan demikian, mencegah para pemimpin pemerintahan, politik, organisasi publik, dan lainnya, agar tidak melakukan sesuatu yang tidak semestinya dikerjakan. Media mengungkapkan tuntutan masyarakat akan perbaikan di berbagai bidang kehidupan dan berbagai tingkatan sosial, seperti: kekuasaan yang korup atau kolutif atau nepotis, penganiayaan buruh, kejahatan terorganisir di kota-kota, bisnis-bisnis kotor, dan sebagainya.

Elemen keenam ialah meletakan jurnalisme sebagai forum bagi kritik dan kesepakatan publik. Elemen ini merupakan upaya media menyediakan ruang kritik dan kompromi kepada publik. Ketika sebuah berita dilaporkan, media berarti mengingatkan masyarakat akan terjadinya sesuatu. Selain berita, media juga menyediakan ruang analisi untuk membahas peristiwa tersebut melalui konteks, perbandingan, atau perspektif tertentu. Ditambah pula, ruang opini dan editorial untuk mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, baik yang disampaikan oleh redaksi media maupun artikel (atau komentar atau surat pembaca) yang berisikan opini pribadi dari masyarakat sendiri – atau berupa telepon dari pemirsa, talkshow atau acara bincang-bincang di televisi.
Semua itu diharapkan menjadi forum yang dapat mendorong masyarakat untuk membuat penilaian dan mengambil sikap. Dalam arti, forum tersebut mesti menyertakan ruang bagi kesepakatan, yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat, sebagai jalan keluar dari permasalahan yang berkembang. Forum ini, tentu saja, berlangsung berdasar penghargaan terhadap fakta, keadilan, dan tanggun jawab. Bukan berdasar hal-hal yang bisa menjual atau dijual, pelintiran informasi dari kepentingan pihak-pihak yang ingin memenangkan perkara dengan cara manipulatif, atau berdasar siapa yang paling kuat dalam mempengaruhi media atau khalayak atau kecakapan retorik.
“Jurnalisme tidak saja memiliki kewajiban untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman yang diperlukan masyarakat, tetapi juga memberikan sebuah forum kepada masyarakat untuk membangun ikatan yang mengembangkan masyarakat,” nilai Kovach dan Rosenstiel .

Elemen ketujuh, jurnalisme harus dapat menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik. Elemen ini mewajibkan media untuk melaporkan berita dengan cara yang menyenangkan, mengasyikan, dan menyentuh sensasi masyarakat. Ditambah pula, yang dilaporkannya itu mesti merupakan sesuatu yang paling penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Jadi, berita itu harus bisa menarik dan berguna bagi masyarakat. Koran Daily News di New York, menurut Kovach dan Rosenstiel , bukan saja memiliki kemenarikan di dalam melaporkan olah raga, foto-foto yang enak dilihat, dan gosip-gosip yang tengah beredar, akan tetapi juga memiliki etos habis-habisan untuk melaporkan ketidakadilan dan kegagalan program pemerintah kepada masyarakat. Dengan kata lain, media harus mampu menggabungkan kemampuan mendongeng dengan memberi informasi kepada masyarakat.
Cara mendongeng jurnalisti memiliki tujuan. Tujuan utamanya ialah memberi informasi yang dibutuhkan masyarakat tentang lingkungannya. Maka itulah, media menugaskan para awak redaksinya untuk mencari, menemukan, mencatat informasi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat pada saat itu agar dapat mengembangkan kehidupan bermasyarakat dengan baik. Setelah itu, ialah melaporkannya menjadi materi informasi yang bermakna, relevan, dan menarik diikuti.
Karena itulah, tanggung jawab media bukan hanya memasok informasi kepada masyarakat, akan tetapi juga menyampaikannya dengan cara yang menarik. Pelaporan berita yang baik ialah hasil kemendalaman liputan yang padu dalam memberi rincian dan keterkaitannya dengan konteks tertentu.

Elemen kedelapan adalah kewajiban membuat berita secara komprehensif dan proporsional. Mutu jurnalisme amat tergantung kepada kelengkapan dan proporsionalitas pemberitaan yang dikerjakan media. Elemen ini mengingatkan media agar tidak jor-jor-an meliput sensasi acara pengadilan atau skandal selebritas secara jor-jor-an, berlebihan, hanya untuk tujuan menaikan rating, oplah, atau iklan. Apalagi, melaporkannya dengan tidak melakukan verifikasi, pengecekan silang, atau wawancara ke berbagai pihak terkait. Pemberitaan macam ini akan menyesatkan pembaca.
Di sisi lain, komprehensif dan proporsional juga berarti penyajian berita. Sebuah siaran berita yang hanya berisi kelucuan yang menarik juga harus dilengkapi dengan kandungan materi yang penting dan berguna. Demikian pun bagi berita yang serius dan teramat penting isinya hendaknya disertai dengan hal-hal yang ringan, human interest.
Media harus menghindari khalayaknya menjadi miskin informasi disebabkan isi pemberitaan yang tidak lengkap materinya dan menonjolkan sesuatu secara tidak proporsional. Hal ini merugikan masyarakat di dalam mengambil keputusan yang dibutuhkan pada saat itu.

Elemen ke sembilan ialah memberi keleluasaan wartawan untuk mengikuti nurani mereka. Ini terkait dengan sistem dan manajemen media yang memiliki keterbukaan. Keterbukaan ini berguna untuk mengatasi kesulitan dan tekanan wartawan dalam membuat berita secara akurat, adil, imbang, independen, berani, dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Media harus memberi ruang bagi wartawan untuk merasa bebas berpikir dan berpendapat.
Organisasi berita yang baik memberikan peluang bagi wartawan untuk menyatakan perbedaan sikap dan pendapat, melakukan penolakan terhadap redaktur, pemilik media, pemasang iklan, bahkan kekuatan tertentu di masyarakat – selama hal itu terkait dengan prinsip kejujuran dan akurasi yang dipegang oleh wartawan. Ini berarti mengembangkan budaya media yang melindungi tanggung jawab pribadi sebagai dasar kerja. “Memberikan peluang kepada orang-orang untuk menyuarakan nurani mereka dalam redaksi memang akan membuat pengelolaan media jadi makin menyulitkan. Namun, hal itu dapat membuat pemberitaan jadi semakin akurat,” nilai Kovach dan Rosenstiel.***

26 komentar:

Guntur Gumilar mengatakan...

semakin terbelalak mata

Anonim mengatakan...

1. Setelah membaca "5. Memiliki kemandidiran untuk memantau kekuasaan" yang saya tanyakan adalah : apabila kita membongar satu pelanggaran hukum yang dilakukan sebuah perusahaan dan diberitakan. apakah kita harus bergantung pada 'etis' atau 'kejujuran pada publik' ?

2. Apakah pemberitaan sebuah berita di negara berkembang seperti Indonesia merupakan cara paling ampuh untuk menyadarkan rakyat?

3. Tentu saja dalam dunia jurnalisme kita akrab dengan baca tulis. Sebagaimana kita ketahui, di Indonesia ini masih kurang sekali hasrat untuk membaca dan menulis di kalangan masyarakat luas. Bagaimana pendapat Bapak serta cara menanggulanginya?

Ditulis oleh :

Perwakilan Kelompok Bani Adam (NPM : 10080010046)
Kelas A FIKOM 2011

Unknown mengatakan...

"Syaiful Hasbi DKK"
"A FIKOM UNISBA 2010"

1. Apa arti dari jurnalistik? Berasal dari kata dan bahasa apakah jurnalistik?

2. Apa perbedaan jurnalistik pada zaman dahulu dan zaman sekarang? Apakah jurnalistik pada zaman dahulu berpengaruh dengan perkembangan jurnalistik pada zaman sekarang? Apa ciri – ciri dan contohnya?

3. Apakah ada undang – undang tentang jurnalistik? Jika ada, apakah ada perubahan atau perbedaan undang - undang pada zaman dahulu dan zaman sekarang?

4. Ketika meliput atau menuliskan sebuah berita , apakah seorang jurnalis harus terang – terangan atau jujur? Jika iya, bagaimana jika itu adalah sebuah aib seseorang? Apakah ada kode etik tentang permasalahan tersebut? Jika memang ada undang – undang tentang jurnalistik, apakah hal tersebut masuk ke dalam undang – undang jurnalistik?

5. Jika seorang presiden majalah terlibat dalam suatu masalah, apakah jurnalistik dari majalah tersebut boleh meliput atau memberitakan secara terang – terangan, jujur, dan benar?

Terima kasih

Mochamad Ridwan Saputra mengatakan...

1. selama proses perkembangan jurnalisme pasti ada suatu kesalahan atau kasus yang sangat fatal. pertanyaan kami, apakah ada kesalahan dari masa lalu yang selalu terulang hingga saat ini?

2. jurnalisme telah melalui proses yang sangat panjang bahkan dimulai sejak zaman prahistoris. pertanyaan kami, menurut bapak apakah keadaan jurnalisme di Indonesia saat ini sudah memasuki jurnalisme yang ideal atau belum? mohon penjelasannya.

3. kami ingin menanyakan tentang sembilan elemen jurnalisme. apakah sembilan elemen jurnalisme itu harus selalu ada? bagaimana jika ada satu elemen yang hilang dari tersebut elemen tersebut? apakah itu masih termasuk kepada jurnalisme?

mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
terima kasih
perwakilan kelompok
Mochamad Ridwan Saputra (10080010003)
kelas Fikom A

dwipintalarassaty mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
dwipintalarassaty mengatakan...

Perwakilan Kelompok: Dwi Pinta Larassaty Permana (10080010083)
Kelas: Fikom - B

1) Dalam elemen jurnalisme yg pertama itu adalah mencari kebenaran. Apakah liputan infotainment yang membahas seputar kehidupan selebritis sudah termasuk berita yg sungguh-sungguh akan kebenarannya?
Lalu apa ada manfaat yg besar bagi masyarakat yg menontonnya?

2) Elemen jurnalistik yang kedelapan adalah kewajiban membuat berita secara komprehensif dan proporsional, namun apakah wartawan saat ini sudah melaksanakan kewajiban tersebut? Sementara sampai saat ini masih ada berita yang terkadang menyimpang dan dilebih-lebihkan hingga membuat orang yang bersangkutan yang diberitakan menjadi kesal bahkan marah. Bagaimana pendapat bapak?

3) Permasalahan apa sajakah yang sering muncul dan harus dipertanggung jawabkan oleh para jurnalis seiring dengan perkembangan jurnalisme saat ini?

Terimakasih

Anonim mengatakan...

Perwakilan Kelompok : Dadi Karyadi ( 10080010073 )
Kelas : Fikom B

1. Apa itu Jurnalistik ? dan mengapa disebut jurnalistik ?

2. Kenapa kita harus mempelajari ilmu jurnalistik ?

3. Dunia jurnalis adalah tempat menyampaikan berita , bagaimana agar berita itu dapat di terima oleh masyarakat? apakah ada cara - cara tertentu untuk menarik perhatian masyarakat ?

4. Bagaimana menanggapi aspirasi masyarakat bilamana berita kita tidak selaras dengan pemikiran masyarakat ?

Terima Kasih

Anonim mengatakan...

Perwakilan Kelompok : Dadi Karyadi ( 10080010073 )
Kelas : Fikom B

1. Apa itu Jurnalistik ? dan mengapa disebut jurnalistik ?

2. Kenapa kita harus mempelajari ilmu jurnalistik ?

3. Dunia jurnalis adalah tempat menyampaikan berita , bagaimana agar berita itu dapat di terima oleh masyarakat? apakah ada cara - cara tertentu untuk menarik perhatian masyarakat ?

4. Bagaimana menanggapi aspirasi masyarakat bilamana berita kita tidak selaras dengan pemikiran masyarakat ?

Terima Kasih

Anonim mengatakan...

PERWAKILAN KELOMPOK NAELA DWIYANTI (10080010021) DKK
KELAS : FIKOM APemunculan radio

1.Pemunculan radio dan televisi pada abad berapa?

2. Kan jaman dulu budaya berkomunikasi itu dengan lisan, sedangkan informasi itu brdasarkan fakta, jadi apakah isi dari informasi itu bisa dipastikan benar2 fakta ? Karena dengan lisan kan isi dri informasi sendiri bisa berkurang bahkan nambah pake kata-kata sendiri .

3. Sekarang kan banyak wartawan yang mengejar berita yang menurut saya semua hampir sama setiap stasiun tv yang membahas itu lagi itu lagi, malah di program yang berbeda di hari yang sama dr stasiun yg sama. Baik berita maupun infotainment bahkan pada acara lainnya. jika dilihat wartawan seperti itu mencari berita yang sedang ‘in’ karena ingin mengejar rating juga . saya pernah mendengar cerita dari salah satu wartawan sebenarnya banyak berita yang menarik tetapi si atasan tidak mau menerima dan tetap kekeuh dengan berita ‘in’ tersebut. Menurut bapak bagaimana? Apakah tetap salah? Di satu sisi wartawan tersebut mempunyai beritanya sendiri, di sisi lain ia terhambat dengan kemauan atasannya tersebut. si wartawan mau gak mau mengikuti atasan karena takut kehilangan pekerjaanBookmark
apakah setiap wartawan mampu meberikan berita dengan fakta yang real untuk memberikan informasi kepada khalayak?

4. Apakah setiap wartawan mampu meberikan berita dengan fakta yang real untuk memberikan informasi kepada khalayak?

5. Sekuat apakah kode etik jurnalis memantau sikap jurnalisme indonesia ?

6. Sesuai dengan apa yang bapak tulis, bahwa wartawan harus diberikan keleluasaan untuk mengikuti nalurinya untuk menulis, lalu apakah keleluasaan wartawan itu termasuk katagori dibatasi jika pekerjaan menuntutnya untuk menulis terus berita yang sedang menjadi trend dalam jangka waktu panjang ?

Anonim mengatakan...

PERWAKILAN KELOMPOK NAELA DWIYANTI (10080010021) DKK
KELAS : FIKOM A

1.Pemunculan radio dan televisi pada abad berapa?

2. Kan jaman dulu budaya berkomunikasi itu dengan lisan, sedangkan informasi itu brdasarkan fakta, jadi apakah isi dari informasi itu bisa dipastikan benar2 fakta ? Karena dengan lisan kan isi dri informasi sendiri bisa berkurang bahkan nambah pake kata-kata sendiri .

3. Sekarang kan banyak wartawan yang mengejar berita yang menurut saya semua hampir sama setiap stasiun tv yang membahas itu lagi itu lagi, malah di program yang berbeda di hari yang sama dr stasiun yg sama. Baik berita maupun infotainment bahkan pada acara lainnya. jika dilihat wartawan seperti itu mencari berita yang sedang ‘in’ karena ingin mengejar rating juga . saya pernah mendengar cerita dari salah satu wartawan sebenarnya banyak berita yang menarik tetapi si atasan tidak mau menerima dan tetap kekeuh dengan berita ‘in’ tersebut. Menurut bapak bagaimana? Apakah tetap salah? Di satu sisi wartawan tersebut mempunyai beritanya sendiri, di sisi lain ia terhambat dengan kemauan atasannya tersebut. si wartawan mau gak mau mengikuti atasan karena takut kehilangan pekerjaanBookmark
apakah setiap wartawan mampu meberikan berita dengan fakta yang real untuk memberikan informasi kepada khalayak?

4. Apakah setiap wartawan mampu meberikan berita dengan fakta yang real untuk memberikan informasi kepada khalayak?

5. Sekuat apakah kode etik jurnalis memantau sikap jurnalisme indonesia ?

6. Sesuai dengan apa yang bapak tulis, bahwa wartawan harus diberikan keleluasaan untuk mengikuti nalurinya untuk menulis, lalu apakah keleluasaan wartawan itu termasuk katagori dibatasi jika pekerjaan menuntutnya untuk menulis terus berita yang sedang menjadi trend dalam jangka waktu panjang ?

Terima Kasih

putri puspita nila mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
putri puspita nila mengatakan...

perwakilan kelompok 1 Putri Puspita (10080010099)
Kelas :FIKOM B
1. Hal apa saja yang sangat berpengaruh pada perkembangan yang sangat pesat dalam jurnalisme?
2. Sebutkan dan jelaskan perkembangan dari fungsi dan manfaat dari jurnalisme!
3. Apa dan bagaimana pertama kali produk jurnalisme ditampilkan?
4. Sebutkan tugas-tugas jurnalisme!
5.Darimana asal kata jurnalisme dan apa arti kata jurnalisme itu sendiri?
6.Apa perubahan signifikan yang terjadi pada proses jurnalisme di Indonesia?
Terima Kasih

rizky ahmad nugraha mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
rizky ahmad nugraha mengatakan...

Perwakilan kelompok 4 Rizky Ahmad Nugraha (10080010079)
Kelas : FIKOM B

1. apakah dalam jurnalisme ada jurnalisme menyimpang ? jika ada sertakan contohnya!

2. saya membaca dari kutipan bapak "meleluasakan wartawan untuk mengikuti nurani mereka" apa maksud dari kutipan itu ?

3. apakah sistem jurnalisme di indonesia sudah disiplin ?

4. seberapa penting perkembangan jurnalis untuk perkembangan suatu bangsa?

5. adakah peranan lain dari pers selain pencari berita? jika ada sertakan contohnya!

6.mungkinkah perkembangan politik suatu negara mempengaruhi perkembangan jurnalistiknya? apa sebabnya?

TERIMAKASIH.

Rahayu Novitasari mengatakan...

PERWAKILAN KELOMPOK Rahayu Novitasari (10080010017)DKK
KELAS : FIKOM A


1.Menurut bapak, seorang jurnalis lebih baik menjadi jurnalis di negara komunis yang menjadi pegawai pemerintah atau jurnalis di negara non-komunis yang bersifat harus melakukan self-censorship ? mengapa ?
2.Dalam elemen jurnalisme masa kini terdapat istilah Bad Jurnalism yang berarti media yang menyebarkan suatu peristiwa secara dangkal, semberono, dan tidak lengkap atau tidak akurat. Hal ini banyak dilakukan oleh jurnalis infoteinment. Nah, menurut bapak apa upaya menanggapi kelakuan seorang jurnalis infoteinment ini ? tentu saja ada kerugian bagi konsumen pembaca berita, menurut bapak apa yang harus dipertanggungjawabkan oleh seorang jurnalis infoteinment terhadap masyarakat ?
3.Menurut bapak, dengan adanya berita-berita yang meliputi tentang kemiskinan, gelandangan, dan kebejatan para masyarakat indonesia atau para pejabat itu, apakah tidak menjatuhkan harga diri bangsa ini, jika berita-berita tersebut sampai ke negara luar atau lebuh tepatnya ke negara saingan Indonesia ?
4.Dimana letak keberpihakan jurnalisme menurut bapak, dalam menyampaikan pesan atau sebuah berita yang dilihat dari kebutuhan masyarakat akan sebuah berita ?
5.Seberapa pentingnya peranan jurnalisme dalam menyikapi keadaan Indonesia yang sudah mulai di landa Virus Social Network ?
6.Perkembangan jurnalistik didukung dengan kemajuan media elektronik yang canggih. Tetapi tidak sedikit tulisan-tulisan di dalam dunia maya tidak sesuai dengan kode etik jurnalisme dan hal tersebut dapat mencoreng nama baik kegiatan jurnalistik, padahal belum tentu tulisan tersebut dibuat oleh seorang jurnalis. Jadi bagaimana tanggapan bapak sebagai seorang jurnalis dalam hal ini ??
7.Tugas jurnalisme di antaranya menyampaikan kebenaran. Terkadang terdapat media-media tertentu yang menceritakan kebohongan dalam menyampaikan berita. Menurut bapak, bagaimana caranya agar masyarakat mempercayai berita kita yang jelas-jelas meceritakan kebenaran bukan kebohongan, jika posisi kita sebagai seorang jurnalis?
8.Tugas jurnalisme yaitu kemandirian terhadap apa yang diliputnya. Ini berarti tidak menjadi konsultan “diam-diam”, penulis pidato, atau mendapat uang dari pihak-pihak yang diliput. Pada kenyataannya ada saja para jurnalis yang mendapat uang dari pihak-pihak yang diliput untung mendapatkan keuntungan. Bagaimana sebaiknya seharusnya kita menyikapi hal tersebut jika posisi kita sebagai seorang jurnalis pak ?
9.Apakah pada saat ini jurnalisme di Indonesia sudah memenuhi tugasnya ? jika belum, upaya apa saja agar jurnalisme mengerjakan tugasnya dengan baik dan menciptakan nama baik untuk para jurnalis sendiri ?
10.Perkembangan jurnalisme kini telah sampai pada jurnalisme online, menurut bapak kira-kira seperti apakah masa depan jurnalisme online kedepannya ?

Anonim mengatakan...

kelompok
kelas a
aldino diaz
abung subangga
angga christiannur
dery firmansyah

1.sensor terhadap kerja jurnalisme merupakan bagian dari kehidupan di negara negara komunis, mengapa terjadi hal demikian sedangkan hal itu merupakan cacat pemberitaan yang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat ?
2.apakah perlu dilakukan pembedahan fakta fakta yang sudah menjadi berita mengingat media sering kali dijadikan alat untuk menutupi kepentingan suatu pihak yang tidak bertanggung jawab ?
3. apa sanksi bilamana seorang jurnalis melanggar elemen ketiga dari tugas jurnalisme ?, sebagai contoh, menambah atau mengarang sebuah berita.

Anonim mengatakan...

perwakilan kelompok 5 : difa juliana ( 10080010068 )
kelas : FIKOM B

1 . didalam elemen pertama disitu disebutkan bahwa jurnalisme melakukan materi 'kebenaran'. jika kebenaran itu ternyata tidak terungkap kebenarannya akibat jurnalis melakukan kesalahan yg tidak disengaja karna adanya kesalahan informasi, apakah ada sanksi yg berlaku ?

2. apakah pemahaman jurnalisme zaman sekarang terpaku atau bercermin pada jurnalisme pada zaman dahulu ? dan apakah perubahan yg sangat menonjol dari perkembangan atau oerubahan jurnalisme tersebut ?

3. menurut bapak, apakah salah jika media berpihak pada suatu orang/lembaga sehingga merubah opini publik, bukankah media harus netral, walaupun media tersebut dimiliki oleh orang yg terlibat sesuatu hal yg buruk, sehingga kebenaran yg seharusnya di kemukakan ke masyarakat, ini malah ditutup-tutupi

Terimakasih

Anonim mengatakan...

perwakilan kelompok 5 : difa juliana ( 10080010068 )
kelas : FIKOM B

1 . didalam elemen pertama disitu disebutkan bahwa jurnalisme melakukan materi 'kebenaran'. jika kebenaran itu ternyata tidak terungkap kebenarannya akibat jurnalis melakukan kesalahan yg tidak disengaja karna adanya kesalahan informasi, apakah ada sanksi yg berlaku ?

2. apakah pemahaman jurnalisme zaman sekarang terpaku atau bercermin pada jurnalisme pada zaman dahulu ? dan apakah perubahan yg sangat menonjol dari perkembangan atau oerubahan jurnalisme tersebut ?

3. menurut bapak, apakah salah jika media berpihak pada suatu orang/lembaga sehingga merubah opini publik, bukankah media harus netral, walaupun media tersebut dimiliki oleh orang yg terlibat sesuatu hal yg buruk, sehingga kebenaran yg seharusnya di kemukakan ke masyarakat, ini malah ditutup-tutupi

Terimakasih

moti.rianti mengatakan...

NAMA : IRMA RIANTI (10080010059)
KELAS: FIKOM B

1.Dalam jurnalisme terdapat bad journalism yang saya pertanyakan mengapa hal itu masi berada di sekitar kita, sementara jelas di dalam dunia kepenyiaran kita harus memberikan berita sesuai dengan fakta, mengapa mereka yang menganut sikap bad journalism masi di pertahankan..sementara di dalam UUD kepenyiaran telah meyebutkan bahwa berita harus akurat , bukankah itu sangat merugikan masyarakat yang tidak mengerti akan berita yang di sebarluaskan oleh mereka??

2.pekerjaan seperti wartawan menurut saya bagus, namun yang saya ingin pertanyakan ada beberapa wartawan infotaiment yang dia selalu mengikuti artis ke mana pun si artis pergi, bahkan sampai saat dia bersama pasanganya di sebuah pulau atau kita sebut mereka itu paparazi..namun banyak artis merasa ketidaknyamanan hal tersebut..apakah wartawan tersebut sudah melampaui norma?? apakah paparazi juga merupakan aktifitas dari pekerjaan sebuah jurnalsme?? dan apakah aktifitas itu sudah benar atu salah???

terimakasih.

Anonim mengatakan...

anggota kelompok:
riska desfani(10080010056)
riza pahessa(10080010095)
kelas: fikom B

komentar tentang: Berita dan Reportase
dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai media lebih sering membahas hal yang di anggap komersil dari para pelaku dunia entertainers. dan kadang sering mengenyampingkan berita dari pejabat atau kepentingan negara.
disana di cantumkan beberapa elemen, salah satunya adalah sex.
mengapa sex kerap menjadi satu elemen utama dari pemberitaan?
apakah karna masyarakat lebih tertarik mengkonsumsi berita tersebu,dari pada berita-berita mengenai hal-hal yang menjadi masalah negara seperti korupsi, perekonomian negara,dan ketidak beresan dalam negaranya.
apakah sebenarnya berita tentang sex itu wajar untuk di blow up di media secara terbuka seperti yang sering kita lihat di beberapa siaran televisi ataupun media lainnya?
apakah berita tersebut layak dikonsumsi masyarakat?

Anonim mengatakan...

Nama: TRISNA TAUFIK
KELAS: B

dalam artikel tersebut memberitahu betapa pentingnya keberadaan media untuk masyarakat karena media memberitahu kita tentang pengetahuan maupun informasi.
oleh sebabitu kita harus menghargai media karena media kita bisa tahu apa-apa dan beragam informasi yang bisa kita dapatkan yang seperti di jelaskan dalam artikel tersebut.

Unknown mengatakan...

Yaya Wahyu NPM 10020212815
Ade Iskandar NPM 10020212814

Sete;ah membaca dan menganalisa tulisan dari bapa, kami semakin ingin paham tentang dunia jurnalistik, karena ternyata dunia jurnalistik itu perlu dikaji secara serius oleh para DA'I yang akan terjun ke dunia dakwah, karena kadang banyak diantara kita yang tertipu dengan berita2 yang belum jelas adanya.

Anonim mengatakan...

Komunikasi antar manusia dalam bentuk pertukaran informasi terbantu dengan hadirnya jurnalisme. Sebagai media pertukaran informasi, jurnalisme ternyata mendapat perlakuan berbeda dari penguasanya. Bila di negara komunis pers dimiliki oleh negara dan sekaligus sebagai corong pemerintah, maka di negara berkembang pers menikmati kebebaan yang beragam. Sedangkan di negara barat, pers benar-benar menikmati kebebasannya.

Pengungkapan kebenaran fakta yang terjadi di masyarakat oleh jurnalime kadang berbenturan dengan pihak-pihak yang terkait dengan berita tersebut, seperti halnya yang dialami Horace P. Greely sang pendiri Daily Star, keberaniannya mengungkap fakta yang terjadi menyebabkan dampak negatif yang dialaminya. Itulah resiko mengungkap fakta kebenaran yang diemban jurnalisme.

Kasus di Indonesia bisa disebutkan, diantaranya kematian Udin (wartawan Harian Bernas ) yang tewas ditembak karena mengungkap fakta yang terjadi di Yogyakarta pada 1996, serta Gugatan pencemaran nama baik oleh Tomy Winata ke pengadilan terhadap Majalah Tempo 2004, karena menulis berita "Ada Tomy di 'Tenabang'?" .

Tugas berat Jurnalisme lainnya yaitu keberanian memantau kekuasaan, hal ini akan berbenturan penguasa, DPR, Kementrian dan sebagainya, Pengungkapan kasus korupsi yang marak dilakukan politisi, penguasa, menteri sampai partai politik di Indonesia merupakan bentuk dari fungsi jurnalisme sebagai pengontrol kehidupan di masyarakat, selain itu jurnalisme juga menjadi forum kritik publik.

Hal yang menarik dari jurnalisme, yaitu penulisan berita, pemilihan kata senantiasa menarik perhatian publik dan menyentuh nurani pembacanya.

Akhirnya, mudah-mudahan kebenaran Jurnalisme di Indonesia bebas dari pesanan pemasang iklan, kepentingan pemilik media, serta pembacanya, alias kebenaran juranlisme haruslah kebenaran independen. Disamping tetap memperhatikan apa yang terjadi setepat mungkin dalam pelaporannya.

Ayip Saiful Bahri
NPM: 10020212810

Unknown mengatakan...

informasi yang bermakna adalah informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.jurnalis adalah media penyampainya.jurnalisme memiliki peran yang sangat penting dalam mencerdaskan bangsa.9 elemen ini merupakan navigasi bagi jurnalis agar tidak terjadi manipulasi berita.
namun ,ibarat al-Qur'an sbg pedoman hdp ummat islam ,apakah dalam penerapannya tidak terjadi penyimpangan ?
begitu pula dgn 9 elemen ini tidak semua jurnalis terutama di indonesia menggunakannya secra kaffah

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...


Firmansyah
NPM :10020212806


Dalam Sembilan elemen diatas terlihat bagaimana kiprah jurnalistik dalam menyajikan sebuah informasi yang ditujukan pada warga. Betapa sebuah berita itu harus berimbang, itu dalam tataran teori yang dipelajari, namun di luar dalam tataran nyata seorang journalist cenderung mempunyai keberpihakan–keberpihakan tertentu akan sebuah masalah, kadang ada yang berkilah keadilan itu milik Tuhan saya manusia hanya bisa mengupayakannya, seperti itu ?
Dalam sebuah bisnis media dimana siklus jurnalistik berada didalamnya, terbentuk sebuah pertanyaan, apakah media dalam lingkaran bisnis itu ataukah bisnis yang berada dalam lingkaran media, Pada dasarnya Jurnalistik bisa dikatakan sebuah pemuas rasa ingin tahu publik melalui informasi yang di sajikannya, Dalam kaidah elemen jurnalistik diprioritaskan pada nomor urut satu, Kewajiban utama seorang journalis adalah pada kebenaran.
Lalu kaitan dengan berita yang disajikan? Saya yakin semua berita yang disajikan adalah benar, tidak mungkin seorang jurnalis akan membuat berita yang terkotak, dalam artian tanpa mencari data yang falid. Akan tetapi masalahnya kebenaran sebuah berita itu bisa dimunculkan dalam artian pandangan dan keberpihakan perusahaan yang membawahi media tersebut condong ke pihak yang mana, jika pada dasarnya Perusahaan condong kepada pihak “A” semisal, lalu pihak “A” ini melakukan sebuah kesalahan atau hal buruk yang menyangkut imagenya dimasyarakat maka medianya akan cenderung meminimalisir penulisan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pihak “A”. Kebenaran dalam artian yang mana? Mungkin jawabannya akan begitu abstrak, karena setiap masyarkat, setiap manusia, setiap ras, suku, dan Bangsa akan mempunyai persepsi kebenaran yang berbeda-beda, kebenaran semacam apa yang dimaksud oleh Bill kovach, benarkah ia adalah kebenaran filosofis? Tentu tidak, kebenaran dalam elemen ini adalah kebenaran yang berada dalam tataran fungsional, semisal polisi menangkap pelaku kriminal dikarenakan polisi mencari data dengan kebenaran fungsional, begitu juga Jurnalis yang ditegakkan adalah kebenaran fungsional, lapis demi lapis.