Senin, 25 April 2011

Berita dan Reportase


Ada seseorang kalau tidak salah, namanya Steven Cowan. Dia memberikan studi dan daftar bahwa semangat jangoistik dari pers Amerika, memang sangat berapi-api. Terbawa oleh kemarahan mereka, setelah menyaksikan penyerangan yang menimpa gedung World Trade Center. Sejak itu, saya tidak pernah mau melihat lagi televisi Amerika.

Sampai terakhir saat saya kembali berada di Amerika, saya melihat televisi Amerika hanya untuk mengetahui ramalan cuaca. Sedangkan untuk mengambil berita, saya hanya mengklik saja dari BBC, The Guardian dan The New York Time Online.

Jadi memang ada suatu bias yang berlebihan dari pers Amerika setelah World Trade Center diserang. Terutama jika dilihat dari segi pemberitaan yang disampaikan oleh stasiun televisi Amerika. Bahkan CNN dengan menggunakan satu nota khusus dari presiden direkturnya meminta supaya penggambaran yang baik tentang Taliban dikurangi. Ada datanya pada saya. Tetapi seperti yang saya katakan tadi, banyak oposisi terhadap hal ini. Ketika saya berada di Aneurberg, ada satu panel diskusi yang menarik berlangsung beberapa bulan yang lalu. Tema diskusi tersebut mengkaji tentang bagaimana meliput Islam dan keturunan Arab yang berada di Amerika. Satu kritik diri yang tajam sekali dilakukan oleh para wartawan Amerika, mereka memang mengakui banyak yang salah.

Salah satu yang juga menjadi sasaran kritik adalah harian The New York Times. Ketika terjadi demonstrasi anti-perang yang berlangsung di London, New York Times ternyata tak memberitakan apa-apa. Padahal saat itu, ada 100.000 orang lebih yang melaksanakan demonstrasi anti perang di London.

Tadi malam saya juga baru dapat e-mail (7 November), ketika kemarin terjadi demonstrasi anti perang di New York, disebut jumlahnya 10.000 oleh New York Times. Padahal jumlahnya mencapai angka 100.000. New York Times mengurangi jumlah para demonstran yang anti perang. Tetapi kemudian timbul protes besar-besaran, sehingga juru bicara New York Times terpaksa melihat kembali apa yang terjadi.

Nah, kalau kita lihat ke Indonesia, kita tak lebih baik. Dalam memberitakan pengeboman di Bali, kita terlalu cepat mengambil kesimpulan. Banyak faktor yang mempengaruhi hal itu terjadi karena kita tergesa-gesa atau terbawa oleh emosi ataupun oleh faktor praduga-praduga kita. Lalu terlalu cepat mengambil kesimpulan.

Ini kutipan dari pandangan seorang tokoh pers Indonesia, Goenawan Mohamad, tentang berita dan kecenderungannya, pada akhir abad 20. (Goenawan Mohamad, 2002, Dalam Diskusi ISAI/Majalah Pantau; Liputan Media Tentang Bali: Mana Jurnalisme Mana Propaganda? 7-8 November 2002, Teater Utan Kayu, Jalan Utan Kayu 68H, Jakarta)

Ia memaparkan bagaimana sebuah pemberitaan itu bisa bercampur dengan kepentingan di luar jurnalisme. Ia menanggapi kecenderungan Jinggoistik dari pemberitaan media di Amerika. Pangkal soalnya ialah sikap pemberitaan AS di dalam memberitakan Tragedi Runtuhnya Gedung Menara Kembar World Trade Centre, di New York, pada 11 September 2001. Pemberitaannya menjadi berat sebelah, dengan mengambil sikap seperti seorang Cowboy yang marah hendak membalas dendam musuh-musuhnya.

Dekade 1990-an memang memberi wajah yang berbeda pada jurnalisme Amerika, menurut Downie JR dan Kaiser (hlm. 219-222). Para pemilik menekan wartawan untuk menghasilkan laba. Banyak topik berita penting dihilangkan, berganti kisah-kisah selebritis. Bisnis berita mengakibatkan berita tradisional masuk liang kubur.

Semua itu berubah ketika 11 September 2001, gedung WTC runtuh. Para reporter, editor dan produser media elektronik, para kolumnis dan penyiar, mengambil sikap. Mereka mengenyampingkan pertimbangan komersil. Mereka tergerak untuk membuat pekabaran kepada masyarakat dengan semangat yang hampir musnah sebelumnya, dengan sikap responsibilitas dan upaya pengisahan berita yang berbeda. Para pembaca dan pemirsa mendapatkan liputan yang jarang ada sebelumnya.

Serangan itu memberi efek luar biasa pada berbagai organisasi berita. Mereka kembali melihat demokrasi harus ditegakan. Khalayak berita membutuhkan penjelasan yang detil, komprehensif, informasi yang cerdas. Dan, yang terlebih penting, mereka terhenyak. Tidak lagi bersikap menyalah-nyalahkan pelbagai pihak kepada para pembaca atau pemirsa, dan para konsumen berita. Mereka kembali mencari, seperti jurnalisme di awal tumbuhnya, jawaban apa yang telah terjadi. Serangan dan reaksi masyarakat, yang membingkai wacana publik saat itu, seakan memberi “pandangan baru”, a new look at life.

Hampir semua orang yang terlibat di bisnis berita bekerja secara mengesankan dalam melayani para pembaca dan pemirsanya. Banyak suratkabar menerbitkan edisi ekstra, mengabarkan rincian kisah pada hari-hari itu. Jaringan televisi mengorbankan siaran komersialnya, selama hari-hari itu. Jurnalisme tidak lagi diletakan sebagai alat peraga, uniformly excellent, melaikan kembali kepada alat pentingnya, yaitu melaporkan esensi nilai berita (news values).

Ini berbeda dengan dekade 1980-an dan 1990-an, dimana berbagai organisasi berita AS telah menjadi medium yang lebih lembut, pemalas, dan anehnya tidak diprotes oleh masyarakatnya. Serangan itu kemudian menghentakan fenomena akan pilihan soft dan hard, atau silly dan serious pada soal news values.

Nilai Berita

Nilai Berita (News Values), menurut Downie JR dan Kaiser, merupakan istilah yang tidak mudah didefinisikan. Istilah ini meliputi segala sesuatu yang tidak mudah dikonsepsikan. Ketinggian nilainya tidak mudah untuk dikonkretkan. Nilai berita juga menjadi tambah rumit bila dikaitakan dengan sulitnya mengonsepsi apa yang disebut berita.

Mari kita lihat gambaran berita yang berkembang di Amerika, pada akhir Abad 20, di sebuah kota. Dimulai dengan jam-jam siaran radio, khalayak mendengarkan berita-berita headlines secara staccato (ringkas), seperti hasil skor pertandingan olah raga tadi malam serta laporan harga-harga bahan pokok di pasar-pasar. Berbagai berita komersial stasiun radio itu dibuat dalam keringkasan item-item berita, yang kerap merupakan hasil rekapan-singkat berita koran lokal, ditambah laporan langsung tentang kemacetan di beberapa ruas jalanan kota. Pemberitaan televisi pun terdiri dari sedikit headlines dan pokok-pokok penting dari berita-berita tadi malam. Beberapa stasiun televisi menyajikan beberapa headlines berita dan tambahan wawancara dengan beberapa orang. Tokoh-tokoh beritanya biasanya ialah para entertainers dan beberapa selebritis daripada para pejabat pemerintah atau pakar.

Koran lokal agak lebih variatif. Banyak menampilkan berita-berita lokal, tambah berita lifestyle, olahraga dan keuangan. Ada juga yang menyisipkan berita-berita nasional dan luar negeri. Kebanyakan kisahnya mengetengahkan peristiwa-peristiwa seperti “pendapat/tanggapan seseorang, konprensi pers, keputusan pengadilan, dan pertandingan olahraga. Pada beberapa koran lokal yang baik muncul pemberitaan yang “membuka selubung” sesuatu yang lama (atau sengaja) ditutup-tutupi; informasi yang susah ditemukan dalam publikasi press release atau konperensi pers. Pada beberapa pagi tertentu, beberapa koran yang baik ini mengejutkan pembaca dengan laporan-laporan yang tidak terduga, penuh dengan rincian, dan begitu mendalam.

Sementara itu, para pengguna jaringan berita kabel – seperti CNN, CNBC, ESPN, Fox Cable Newsdan MSNBC – mengikuti berita-berita utama, berupa liputan langsung dan potongan-potongan berita pendek, sepanjang hari itu. Di internet, situs-situs berita juga berloma memasok informasi, dari stok berita lama sampai yang baru terjadi. Beberapa news bulletins mengirimkannya, lewat e-mail, kepada para pelanggannya.

Pada sore hari, televisi lokal melaporkan kisah-kisah lokal yang terjadi di sepanjang hari itu. Di AS, sebelum terjadinya peristiwa WTC, program jaringan berita sore banyak menyuguhi pemirsanya dengan berita-berita softer, semacam berita kesehatan dan feature-feature pendek. Penayangan the prime-time newsmagazines, seperti Dateline dan 20/20, misalnya, memang menyiarkan real news akan tetapi lebih banyak lagi menyiarkan kisah-kisah kriminal, wawancara selebritis, dan semacamnya. Hal ini, dalam kemasan yang berbeda, sejak awal tahun 2000-an, menjamur juga di banyak siaran televisi Indonesia. Banyak paket-paket siaran informasi crime dan celebrity, yang dikelola stasiun televisi ataupun bekerja sama dengan production house swasta, bermunculan di jam-jam tayang prime time.

Demikianlah gambaran news values di berbagai pemberitaan yang mengisi hari-hari masyarakat. Dimanakah nilai berita diletakan?

Elemen Nilai Berita

Beberapa elemen nilai berita, yang mendasari pelaporan kisah berita, ialah: Immediacy, Proximity, Consequence, Conflict, Oddity, Sex, Emotion, Prominence, Suspense, dan Progress. Di dalam sebuah kisah berita, bisa jadi terdapat beberapa elemen yang saling mengisi dan terkait dengan peristiwa yang dilaporkan wartawan.

IMMEDIACY

Immediacy kerap diistilahkan dengan timelines. Artinya terkait dengan kesegeraan peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi. Bila peristiwanya terjadi beberapa waktu lalu, hal ini dinamakan sejarah. Unsur waktu amat penting disini.

PROXIMITY

Khalayak berita akan tertarik dengan berbagai peristiwa yang terjadi di dekatnya, di sekitar kehidupan sehari-harinya. Proximity ialah keterdekatan peristiwa dengan pembaca atau pemirsa dalam keseharian hidup mereka. Orang-orang akan tertarik dengan berita-berita yang menyangkut kehidupan mereka, seperti keluarga atau kawan-kawan mereka, atau kota mereka beserta klub-klub olahraga, stasiun, terminal, dan tempat-tempat yang mereka kenali setiap hari.

Melalui unsur ini pula, tergambarkan keberhasilan koran-koran lokal, yang dikelola dengan baik. Mereka mencari perkembangan kota atau propinsi yang menjadi lahan kehidupan terdekat mereka.

CONSEQUENCE

Berita yang merubah kehidupan pembaca adalah berita yang mengandung nilai konsekuensi. Lewat berita kenaikan gaji pegawai negeri, atau kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak), masyarakat dengan segera akan mengikutinya karena terkait dengan konsekuensi kalkulasi ekonomi sehari-hari yang harus mereka hadapi. Putusan parlemen yang mengesahkan Banten menjadi sebuah propinsi, dan lepas dari kewilayahan Jawa Barat, akan diperhatikan masyarakat dikarenakan konsekuensi (bagi para penduduk Banten dan sekitarnya) yang akan dihadapi mereka.

CONFLICT

Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminal, merupakan contoh elemen konflik di dalam pemberitaan. Perseteruan antarindividu, antartim atau antarkelompok, sampai antarnegara, merupakan elemen-elemen natural dari berita-berita yang mengandung konflik.

ODDITY

Peristiwa yang tidak-biasa terjadi ialah sesuatu yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat. Kelahiran bayi kembar lima, goyang gempa berskala richter tinggi, pencalonan tukang sapu sebagai kandidat calon gubernur, dan sebagainya, merupakan hal-hal yang akan jadi perhatian masyarakat.

SEX

Kerap sex menjadi satu elemen utama dari sebuah pemberitaan. Tapi, sex sering pula menjadi elemen tambahan bagi pemberitaan tertentu, seperti pada berita sports, selebritis, atau kriminal. Berbagai berita artis hiburan banyak dibumbui dengan elemen sex. Berita politik impacthment Presiden Clinton, AS, banyak terkait dengan unsur sex-nya.

EMOTION

Elemen emotion ini kadang dinamakan dengan elemen human interest. Elemen ini menyangkut kisah-kisah yang mengandung kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, atau humor. Elemen emotion sama dengan komedi, atau tragedi.

PROMINENCE

Elemen ini adalah unsur yang menjadi dasar istilah “names make news”, nama membuat berita. Ketika seseorang menjadi terkenal, maka ia akan selalu diburu oleh pembuat berita. Unsur keterkenalan ini tidak dibatasi atau hanya ditujukan kepada status VIP semata. Beberapa tempat, pendapat, dan peristiwa termasuk ke dalam elemen ini. Bali, petuah-petuah hidup, dan Hari Raya memiliki elemen keterkenalan yang diperhatikan banyak orang.

SUSPENSE

Elemen ini menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu, pada sebuah peristiwa, oleh masyarakat. Adanya ketegangan menunggu pecahnya perang (invansi) AS ke Irak, adalah salah satu contohnya. Namun, elemen ketegangan ini tidak terkait dengan paparan kisah berita yang berujung pada klimaks kemisterian. Kisah berita yang menyampaikan fakta-fakta tetap merupakan hal yang penting. Kejelasan fakta dituntut masyarakat. Penantian masyarakat pada pelaku “Bom Bali” tetap mengandung kejelasan fakta. Namun, ketegangan masyarakat tetap terjadi selama kasus tersebut dilaporkan media, khususnya kepada rincian fakta kejadiannya beserta wacana politik yang membayanginya.

PROGRESS

Elemen ini merupakan elemen “perkembangan” peristiwa yang ditunggu masyarakat. Kesudahan invansi militer AS ke Irak, misalnya, tetap ditunggu masyarakat. Bagaimana masyarakat Irak seusai perang tersebut membangun pemerintahannya adalah elemen berita yang ditunggu masyarakat. Bagaimana upaya negara-negara yang terkena wabah SARS, pemberitaannya masih diminati masyarakat..

Katagori Berita

Berbagai elemen nilai berita itu harus dipaparkan dengan bahasa pelaporan berita. Penulisannya tidaklah sama dengan menulis makalah, laporan pertanggungjawaban, atau hasil rapat. Dalam jurnalistik, ihwal penulisan berita ini punya tempat yang khusus, dalam arti, dibahas secara khusus: melalui karakteristik dan batasan-batasan yang mesti dipenuhinya (bahasan lengkapnya di Bab Bahasa Jurnalistik Indonesia).

Selain itu, terkait pula dengan jenis pemberitaan yang hendak dikontekskan. Pertandingan sepakbola, yang berlangsung malam hari – yang tidak disiarkan secara langsung oleh televisi – yang masih sempat dikerjakan laporannya, tentu saja, akan disampaikan secara hardnews: dengan penekanan pada hasil skor akhir pertandingannya, ditambah jalannya permainan kedua klub yang bertarung. Akan tetapi, hasil hearing di parlemen, yang berlangsung alot tentang RUU Keadaan Darurat Perang, bisa dilaporkan secara feature news: dengan kedalaman dan perluasan berita yang tidak seketat pemaparan hardnews. Dan, di sepanjang hari itu, tentu saja (lagi) punya banyak peristiwa yang mesti diketahui masyarakat. Ada berita olahraga lain, berita tentang kesehatan, dan peristiwa-peristiwa sosial lainnya.

Dalam kaitan itulah, jurnalistik kemudian membakukan beberapa katagori pemberitaan, seperti: hard news, feature, sports, social, interpretive, science, consumer dan financial .

Hard News

Kisah berita ini merupakan desain utama dari sebuah pemberitaan. Isinya menyangkut hal-hal penting yang langsung terkait dengan kehidupan pembaca, pendengar, atau pemirsa. Kisah-kisahnya biasanya adalah hal-hal yang dianggap penting, dan karena itu segera dilaporkan, oleh koran, radio atau televisi dari semenjak peristiwanya terjadi. Pada koran, beritanya diletakan di halaman depan. Pada televisi dan radio, beritanya disiarkan di jam-jam primetime. Pada situs-situs berita internet, laporan langsung di-up load, pada up dating informasi yang mesti segera diketahui masyarakat.

Feature News

Berita feature ialah kisah peristiwa atau situasi yang menimbulkan kegemparan atau imaji-imaji (pencitraan). Peristiwanya bisa jadi bukan termasuk yang teramat penting harus diketahui masyarakat, bahkan berkemungkinan hal-hal yang telah terjadi beberapa waktu lalu.

Kisahnya memang didesain untuk menghibur. Namun, tetap terkait dengan hal-hal yang menjadi perhatian, atau mengandung informasi, bagi khalayak berita. Subyek beritanya mungkin hanya mengisahkan kegemaran orang-orang, tempat-tempat di kota yang telah dilupakan padahal menyimpan nilai sejarah atau kultur, atau kehidupan seorang sukses yang layak diteladani, dan bisa juga orang-orang kelas bawah yang bertahan di sudut-sudut kota yanh kumuh.

Sports News

Berita-berita olahraga bisa masuk ke katagori hard news atau feature. Selain dari, hasil-hasil pertandingan atau perlombaan atau rangkaian kompetisi musiman, pemberitaan juga meliputi berbagai bidang lain yang terkait sports, seperti tokoh-tokoh olahragawan, kehidupan para pemain olahraga yang hendak bertanding, kesiapan-kesiapan kelompok olahraga di dalam masa pelatihan, sampai para penggemar olahraga tertentu yang fanatik.

Social News

Kisah-kisah kehidupan sosial, seperti sport, bisa masuk ke dalam pemberitaan hard atau feature news. Umumnya, meliputi pemberitaan yang terkait dengan kehidupan masyarakat sehari-hari, dari soal-soal keluarga sampai ke soal perkawinan anak-anak.

Interpretive

Di kisah berita interpretive ini, wartawan berupaya untuk memberi kedalaman analisis, dan melakukan survei, terhadap berbagai hal yang terkait dengan peristiwa yang hendak dilaporkan.

Science

Dalam kisah berita ini, para wartawan berupaya untuk menjelaskan, dalam bahasa berita, ihwal kemajuan perkembangan keilmuan dan teknologi.

Consumer

Para penulis a consumer story ialah para pembantu khalayak yang hendak membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari, baik yang bersifat kebutuhan primer dan sekunder, seperti peralatan rumah tangga sampai asesoris pakaian.

Financial

Para penulis financial news memokus perhatiannya pada bidang-bidang bisnis, komersial atau investasi. Para penulisnya umumnya mempunyai referensi akademis atau kepakaran terhadap subyek-subyek yang dibahasnya..

Piramida Terbalik

Dunia pers memerlukan kompetensi tertentu. Writing Competencies, menurut Katty Yanchef dalam tulisannya The Professional Journalist of the New Millennium (2000), adalah salah satu kemampuan yang diperlukan.

Ini merupakan kemampuan untuk menulis secara akurat, jelas, kredibel, dan valid. Keterampilan menulis ini antara lain mempersyaratkan:

· Kemampuan menulis secara benar dan baik dalam memakai tanda baca, istilah, dan gejala kebahasaan lainnya

· Pengetahuan dan penggunaan kata-kata

· Kemampuan menyusun dan menulis paragraf demi paragraf

· Dan kemampuan penulisan lainnya

Bagi dunia pers, kemampuan ini dipakai untuk melaporkan berita. Berita merupakan salah satu segi penting dari dunia pers. Melalui berita, pers dibutuhkan masyarakat. Berbagai peristiwa diketahui masyarakat. Pers menjadi mata masyarakat untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat itu begitu beragam. Untuk itu, berita diklasifikasikan ke berbagai jenis. Ada berita politik, berita sosial, berita pendidikan, berita ekonomi, berita sastra dan budaya, dan sebagainya.

Segala jenis berita itu disampaikan wartawan melalui teknik penulisan tertentu: teknik penulisan Piramida Terbalik. Model menulis yang mengikuti bentuk segitiga yang terbalik. Bagian atasnya lebar, bagian bawahnya menyempit. Isi berita ditekankan di di bagian Awal. Selanjutnya, semakin ke bawah, menuju bagian akhir, semakin tidak penting, sisipan-sisipan keterangan.

“Bentuk pengisahannya amat kaku, rigid, seperti pelaporan waktu jaman Perang Sipil di Amerika (American Civil War), yang membutuhkan cerita dengan satu paragrap awal (lead ) dari satu atau dua kalimat yang meringkas esensi beritanya,” jelas Edward Jay Friedlander & John Lee, dalam Feature Writing forNewspapers and Magazies: The Pursuit of Excellence (1988: 2-3). Bagian awal berita dibuat ringkas, tipikalnya tidak lebih dari 35 kata. Penulisannya terurut pada nilai pentingnya informasi, berdasarkan urutan peristiwa yang paling penting sampai kepada yang paling tidak penting.

“Informasi di puncak piramid – lead – merupakan informasi yang sangat penting,” kata Friedlander & Lee (hlm: 29) .

Bentuk piramida, yang mengerucut di bagian bawah, membuat wartawan harus segera mengurutkan laporan beritanya. Bagian yang paling atas merupakan ruang penulis untuk ringkasan isi berita (summary statement). Baru setelah itu, dilanjutkan dengan penjelasan. Yakni, pengembangan detil-detil, fakta-fakta, dan hal-hal lain.

Model Piramida Terbalik ini dibuat wartawan Amerika selama mengikuti kejadian Perang Saudara (Sipil). Setiap berita disampaikan melalui baris-baris telegrap, yang gampang terganggu di tiap saatnya. Dalam situasi itu, sangatlah wajar jika wartawan mengirimkan informasi awalnya berdasar ringkasan penting peristiwa. Dan, para jurnalis kini menyebutnya dengan lead berita.

Kini gaya Piramida Terbalik banyak dipakai dalam penulisan berita. Ruang dan waktu media membutuhkan model piramida ini. Ada dua alasan. “Pertama, para pembaca dapat segera mengetahui isi berita dengan membaca lead dan beberapa paragrap awal. Kedua, memudahkan redaktur memotong berita yang terlalu panjang, lewat materi berita yang tidak begitu penting di ujung bagian bawah berita,” jelas Friedlander & Lee.

Dalam Piramida Terbalik, ringkasan pesannya mesti memiliki kelengkapan informasi. Kelengkapan informasi itu mencakup unsur-unsur pemberitaan 5 W + 1 H, yakni: What (peristiwa apa yang diberitakan), Who (siapa saja yang terlibat dengan peristiwa), When (waktu peristiwanya, kapan saja terjadinya), Where (tempat peristiwa berlangsung, dimana saja kejadiannya), Why (mengapa peristiwa tersebut terjadi, faktor-faktor yang menyebabkan peristiwa terjadi), dan How (bagaimana peristiwa tersebut terjadi).

Unsur-unsur ini membuat kisah berita menjadi jelas, terang, dan langsung dipahami masyarakat. Bagian awal Inverted Pyramid, atau lead, biasanya memuat unsur 5 W + 1 H. Ini agar Khalayak segera mengetahui inti peristiwa yang dilaporkan. Setelah itu, barulah keterangan lebih lanjut dari peristiwa-berita tersebut.

Namun, dalam pemberitaan media sekarang, model Piramida lebih banyak dipakai oleh media elektronik. “Waktu dan ruang” siaran radio atau televisi amatlah ketat. Tiap breaking news harus segera disiarkan dialokasi waktu dan ruang siaran yang sempit. Siaran berita di jam-jam tayangan tertentu mengharuskan kemasan berita yang ringkas, pendek, dan cepat. Sifat Piramida Terbalik memenuhi kebutuhan tersebut.

Begitu pun dengan situs berita di Internet. Medium online journalism ini hanya memiliki ruang sebatas layar monitor. Berbagai kejadian aktual mesti segera dilaporkan tiap detiknya. Berbagai sisipan informasi lanjutan disediakan lewat sifat hypertext yang tinggal di-klik oleh para user. Format kesegeraan pesan dan ruang yang terbatas itu dapat diwadahi oleh Piramida Terbalik.

Pemberitaan koran, medium awal pengguna Piramida Terbalik, telah berubah. Berita koran tidak lagi berpendek-pendek, ringkas, seperti breaking news atau straight news. Koran dikalahkan radio, televisi, dan situs berita. Kecepatan pemberitaannya menurun drastis. Kalah cepat dengan media elektronik. Maka itu, pemberitaan koran kini memokus rincian atau detil-detil kelengkapan berita. Pemberitaan depth reporting atau feature story lebih banyak digunakan. Pemberitaan macam ini mengisi kekosongan kedalaman berita yang belum dilaporkan radio dan televisi.

Perkembangan

"Kita sering mengatakan ada masalah di masyarakat, tetapi kita tidak menanyakan ke masyarakat apakah itu memang masalah mereka," tutur Redmond Batario, Presiden dan Direktur Eksekutif Center for Community Journalism and Development di Filipina (Kompas, 19/10/2002)

Ia menyalahkan jurnalisme yang terkena sindrom “good news ialah bad news” – dikarenakan pemberitaan yang ditangkap secara top down, melalui statement para tokoh, celebs, elit. Selebihnya, adalah tokoh-tokoh nothing. Cuma berita-berita kecil, mengharukan, dari orang-orang kecil. Orang-orang yang mengisi ruang bernama publik. Orang-orang yang sebenarnya dari publik itu sendiri. Orang-orang yang tak diberi tempat di ruang yang bernama publik.

Mereka disingkirkan. Mereka tak diberi ruang. Status nara sumber hanya sedikit memberinya tempat. Mereka tidak punya agenda setting. Apalagi untuk menyatakan permasalahannya sendiri. Soal-soal keseharian mereka cuma ada di kacamata elit-berita membuat sindrom: bad news ialah good news. Solusi persoalan mereka ada di tangan para pengamat, pemimpin partai, dan sedikit gosip “cek & ricek”.

Etika

Untuk itulah, dalam perkembangannya, jurnalisme mengembangkan persyaratan yang perlu ditambahkan (dan di-kode etik-an wartawan) dalam membuat berita. Hal ini terkait pula dengan fenomena kekerasan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Media harus melaporkan berbagai konflik yang terjadi di berbagai bangsa.

Jake Lynch menulis tentang Reporting the World: a practical checklist for the ethical reporting of conflicts in the 21st Century (2002). Ia memberikan beberapa unsur yang mesti dipenuhi dalam sebuah pemberitaan yang memiliki konflik sangat tinggi. Unsur-unsur ini diharapkan menjadi pertimbangan wartawan dalam menyiapkan, menyunting, membuat atau menulis berita tentang konflik.

Beberapa unsur pertimbangan itu, antara lain, adalah:

1. Bagaimana kekerasan harus dijelaskan?

§ Bagaimanakah menjelaskan secara bijak kekerasan tersebut ketika dilaporkan?

§ Apakah kekerasan itu langsung dilaporkan secara klasik “blow-by-blow”?

§ Atau, dengan memperlihatkan dampak kekerasan struktural dan kultural itu pada kehidupan orang-orang yang terlibat?

§ Apakah dijelaskan pula, secara sederhana, ihwal ketidakberfungsian, yang memproses terjadinya pengondisian kekerasan tersebut?

§ Apakah penjelasan itu juga menyimpulkan apa-apa yang sebenarnya atau mungkin terjadi nanti?

2. Seberapa tajamkah konflik yang terjadi?

§ Apakah konflik ini berada dalam kondisi “tarik-menarik kepentingan” pertarungan hidup – mati antara dua kelompok demi tujuan yang sama sehingga jika satu pihak menang, lainnya kalah?

§ Atau , seperti “ayunan kucing” (a 'cat's-cradle'): sebuah pola dimana banyak kelompok saling-tergantung kebutuhan dan kepentingannya, secara tumpah-tindih; atau berkemungkinan untuk diberikan solusi yang bersifat integral?

3. Adakah pemberitaannya menyisipkan pula upaya atau gagasan yang sifatnya menyelesaikan konflik?

§ Adakah di dalam liputan disiratkan rencana perdamaian, alternatif gagasan atau bayangan akan solusi?

§ Haruskah aspek-aspek berita ini menunggu sampai para pemimpin menghentikan “kesepakatan”?

§ Apakah liputan yang berisi tentang kesepakatan yang terjadi dapat membantu pembaca, atau khalayak, untuk ikut menangani penyebab kekerasan?

§ Apakah laporan menyebutkan orang-orang lain, selain para pemimpin dan petugasnya, ikut menangani penyelesaian konflik?

4. Apa peran “wartawan” dalam pemberitaan?

§ Apakah ada pesan tersurat, atau tersirat, tentang “pelbagai pihak yang merasa tidak OK selama kesepakatan belum tercapai”?

§ Adakah laporan menyarankan intervensi tengah dilakukan, sebelum kesepakatan dicapai?

§ Adakah pengujian terhadap pengaruh intervensi yang tengah dilakukan, dan hasilnya, pada perilaku orang-orang?

§ Apa dasar pertimbangan memilih suatu intervensi yang menyarankan suatu solusi, atau memilihnya dari beberapa macam intervensi?

Pelbagai unsur checklist ini diharapkan dapat membantu para wartawan, produser dan redaktur di dalam mengerangka pelaporan “konflik yang tengah dihadapinya. Juga, untuk mengukur emosi-diri dan kesiapan psikologis, selama meliput, agar dapat melakukan reportase secara efektif.****

67 komentar:

ridwan dkk (fikom A) mengatakan...

setelah kami membaca posting "Berita dan reprotase" di blog bapak. kami dapat mengambil kesimpulan bahwa ternyata nilai berita masih sangat sulit untuk dimengerti dan untuk dinilai baik segi isi berita ataupun dalam segi penyampaian berita.
hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya elemen berita yang terdapat dalam suatu berita.
tentunya keprofesionalan dari pihak-pihak yang terkait didalamnya baik itu wartawan ataupun instansi pemberitaan tersebut, serta sifat selektif dari masyarakat itu sendiri yang bisa menentukan baik atau buruknya nilai dari berita tersebut.
kami harapkan di Indonesia kemurnian kejujuran isi berita yang disampaikan oleh para pihak terkait bisa bersifat netral dan sebenar-benarnya, sehingga memenuhi elemen nilai berita secara seimbang.

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

Bani Adam A mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam, dkk.
Kelas A Fikom

shella dkk fikom A mengatakan...

shella dan kawan-kawan FIKOM A

menurut kami, jurnalisme Indonesia perlu belajar dari artikel ini. karena suatu berita tidak bisa dilihat dengan sebelah mana. kita harus melihat berbagai sisi. suatu unsur berita tidak bisa dikurangi atau bahkan dilebihkan. karena dapat menciptakan opini yang tidak sesuai. maka dari itu, perlu pemahaman dan ketelitian.

Fadhilah Nur mengatakan...

kelompok Fadhilah Nur , kelas A fikom 2010,
setelah membaca artikel bapa, kami berdiskusi dan mendapatkan suatu komentar bahwa menjadi seorang jurnalis itu tidaklah mudah, dan untuk mendapatkan berita yang yang sesuai dengan fakta itu harus melewati tahap - tahap yang sulit. seorang wartawan harus bisa mengesampingkan masalah pribadi / mementingkan kepentingan segelintir pihak saja, wartawan harus bisa menyampaikan sebuah berita yang sesuai fakta, karena jurnalis harus bisa mempertanggung jawabkan berita yang telah ditulisnya demi kepentingan pembaca dan dirinya . demikian wassalamualaikum wr,wb

dwipintalarassaty mengatakan...

anggota kelompok: Dwi Pinta Larassaty. P, Tiara Nurirawani, Nitia Gumiarti, Muhammad Isya
kelas: Fikom B

artikel tersebut sangat menarik dan membuat kita dapat menyimpulkan bahwa, seorang jurnalistik dalam pemberitaannya dibuat dengan sebenar-benarnya, tidak ada kebohongan atau dilebih-lebihkan. karena, khayalak membutuhkan informasi yang jelas, detail, dan komperhensif.

sedangkan nilai berita, harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan berbobot, namun pemberitaannya jangan terlalu monoton sehingga membuat khalayak bosan dan mengakibatkan nilai berita menjadi tidak berkualitas.

dwipintalarassaty mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
bani adam, m bayu rivaldi, eryanto abot, cony mulya, egi mengatakan...

suatu artikel menarik dengan pengukuhan cerita dari seseorang yang memang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang apa itu Jangoistik.

Saya sangat setuju dengan point2 yang disampaikan penulis di atas.

Pertama, jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita. Seharusnya wartawan atau media, mencari komposisi yang sesuai dengan fakta sebelum dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal ini akan membantu masyarakat untuk berpikir lebih maju dan tidak hanya memandang sebuah kasus/kejadian hanya dengan sebelah mata.

Kedua, nilai berita. Nilai berita amat sangat penting menurut saya. Menurut saya pun, nilai berita harus memiliki relevansi dengan apa yang sedang terjadi di kalangan masyarakat luas. Nilai berita pun harus merupakan berita yang berbobot. Sebagai tugas media atau wartawan dalam mencerdaskan bangsa, tentu saja berita yang dibawa harus memiliki nilai yang mencerdaskan masyarakat juga.

Kelompok Bani Adam,m bayu rivaldi, eryanto abot, sony mulya, egi
Kelas A Fikom

Syaiful Hasbi, dkk mengatakan...

syaiful hasbi dkk

dari blog ini kami bisa menyimpulkan bahwa dalam menyampaikan berita harus mengandung nilai berita yang positif. nilai berita yang dibawa oleh wartawan seharusnya tidak mengikuti arus pasar, tetapi harus konsisten dalam satu tajuk yang ia bawa. atau lebih baik, postingan ke dua berita tersebut dalam salah satu media harus seimbang, tidak boleh berat sebelah.

selain itu, kami menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan yang terlalu terburu-buru akan berdampak negatif. mengapa? karena hal tersebut belum teruji kebenarannya dan terkadang dapat mempengaruhi pembaca berita.

sekian :)

Anonim mengatakan...

Setelah membaca artikel ini, kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa seorang jurnalis harus memperhatikan nilai-nilai berita, dan elemen-elemen yang ada di dalamnya. Dan untuk mendapatkan hasil berita yang baik jurnalis harus memiliki kemampuan menulis yg baik dan benar.

Kelompok indri dkk
Fikom a

hanabajrie mengatakan...

Farhana. Erdina. N, Vera Verdianti, Galih Pratama. R
FIKOM B

sebuah pemberitaan itu bisa bercampur dengan kepentingan di luar jurnalisme. Pemberitaannya menjadi berat sebelah, dikarenakan banyak topik berita penting dihilangkan, berganti kisah-kisah selebritis. Seharusnya, sebuah pemberitaan itu harus sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan. Memberikan takaran pas mengenai pemberitaan yang sedang berlangsung sesuai kebutuhan publik. Berita tak harus semua berkaitan dengan hiburan semata, publik juga berhak tahu mengenai informasi yang mengedepankan edukasi.
Bisnis berita mengakibatkan berita tradisional hilang. Para pembaca dan pemirsa mendapatkan liputan yang jarang ada sebelumnya. Khalayak berita membutuhkan penjelasan yang detil, komprehensif, informasi yang cerdas. Dan, yang terlebih penting, mereka terhenyak. Tidak lagi bersikap menyalah-nyalahkan berbagai pihak kepada para pembaca atau pemirsa, dan para konsumen berita.

Anonim mengatakan...

Amelia dan kawan-kawan menganalisis artikel di atas bahwa reportase dan berita itu sangatlah berkaitan dengan jurnalis. Telah banyak pemberitaan yang diberikan kepada masyarakat melenceng dari kenyataan, jadi dalam hal ini tidaklah gampang untuk memberitakan suatu berita sesuai dengan kenyataan/fakta, yang mana harus adanya proses pencarian secara lapangan sehingga bukti yang didapat pun lebih jelas dan terjangkau.
Dalam hal ini seorang jurnalis haruslah lebih memperhatikan dan memahami nilai-nilai berita yang tertera diatas agar kita sebagai jurnalis lebih mengerti lagi tentang pentingnya pemberitaan sesuai fakta dan masyarakat bisa kembali percaya akan pemberitaan yang diberitakan oleh pemberita atau reportase. Sekian dan terimakasih.

Anonim mengatakan...

kelompok : 1. rizky rachmadhanni , 2. ratih purwarasari 3. cindy yuinia putri 4. amanda puspitasari (FIKOM B)

setelah kami membaca posting di atas kami menyimpulkan bahawa seorang wartawan atau jurnalis sebelum menyampaikan berita kepada khalayak sebaiknya harus memilah dan mengkaji isi di dalam berita tersebut berdasarkan fakta yang telah terjadi agar tidak ada kebohongan publik.

kesimpulan kedua yang kami dapatkan mengenai nilai berita adalah bahwa berita yang di sebarkan kepada khalayak harus memiliki nilai atau kualitas berita yang baik dan merupakan sebuah informasi untuk khalayak, yang memberikan nilai positif bagi para penerima berita atau informasi dan menghindari suatu kebohongan yang terdapat pada berita atau informasi tersebut.

Rahayu Novitasari..dkk..kelas A Fikom mengatakan...

Rahayu novitasari-10080010017, Elma J Yudhastari-10080010039, Cindy Amelia Yuhari-10080010002,Nully nufie afiantie-10080010029, Yazid Mustopa.

isi yang dapat kami ambil dari artikel tersebut adalah bahwa dalam memberitakan sesuatu tidak boleh tergesa-gesa (fakta belum terkumpul)karena akan timbul kesalahan prsepsi maka dalampemberitaan tidak boleh cepat mengambil kesimpulan jika belum terbukti fakta.

jurnalisme pernah mengalami kondisi dimana berita komersial lebih di blow up karena cenderug lebih banyak menghasilkan laba. namun sekarang jurnalisme kembali pada alat pentingnya yaitu melaporkan esensi nilai berita.
dahulu pemberitaan dikemas secara ringkas, sekarang para jurnalis membuat pemberitaan lebih detail dimana konsumennya dapat menerima informasi sekecil apapun dari lokal maupun luar negeri. dan menurut kami ini tentu lebih baik karena dapat mengembalikan nama baik para jurnalisme dimana jurnalis dianggap seorang pencari berita yang hanya untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya.
dalam jurnalistik penulisan berita harus mengandung arti khusus, berkarakter dan mempunyai batasan-batasan. karenanya jurnalistik mempunyai beberapa kategori.
dalam dunia pers, kemampuan menulis secara akurat, jelas, kredible, dan valid sangat diperlukan seperti halnya piramida terbalik yang dimana berita yang luas dapat dikemas secara ringkas,berisi, dan dapat dengan mudah dimengerti konsumen beritanya. dalam hal pemberitaan media tentu saja sangat membantu prosesi itu semua yang tak lepas dari etika yang ada.

riza pahessa , riska desfani mengatakan...

anggota kelompok:
riska desfani(10080010056)
riza pahessa(10080010095)
kelas: fikom B

komentar tentang: Berita dan Reportase
dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai media lebih sering membahas hal yang di anggap komersil dari para pelaku dunia entertainers. dan kadang sering mengenyampingkan berita dari pejabat atau kepentingan negara.
disana di cantumkan beberapa elemen, salah satunya adalah sex.
mengapa sex kerap menjadi satu elemen utama dari pemberitaan?
apakah karna masyarakat lebih tertarik mengkonsumsi berita tersebu,dari pada berita-berita mengenai hal-hal yang menjadi masalah negara seperti korupsi, perekonomian negara,dan ketidak beresan dalam negaranya.
apakah sebenarnya berita tentang sex itu wajar untuk di blow up di media secara terbuka seperti yang sering kita lihat di beberapa siaran televisi ataupun media lainnya?
apakah berita tersebut layak dikonsumsi masyarakat?

dendi ryadi mengatakan...

dalam kenyataannya.., berita sangat dikendalikan oleh para pemilik modal.., seperti halnya yg terjadi pada saat 1990 maupun pada awal abad 21, dan mungkin hingga saat ini..,hal ini membawa ramuan untuk merumuskan suatu etika dalam jurnalistik yang diharapkan agar para jurnalis tersebut tdk dpt terprovokasi oleh pihak tertentu yg berkepentingan. Adapun nilai berita tumbuh dan berkembang sedikitnya lebih baik - jika ditilik dari orientasi mereka untuk menegakkan demokrasi, setelah terjadinya tragedi penyerangan terhadap WTC. Ada perubahan massal dari yang biasanya menyuguhkan berita2 tentang selebritis, kembali pada awal mula bekembangnya jurnalisme di dunia, yakni utk melaporkan berita2 dg kualitas baik demi kepentingan demokrasi. Meskipun suatu nilai sangat sulit diukur tetapi ada beberapa elemen yang dapat menjadi sandarannya, yakni proximity, immediacy, conflict dan lain sebagainya.berbagai elemen nilai berita tersebut harus dipaparkan dengan bahasa pelaporan berita, yakni hard news, feature news, sports news dll.dengan bentuk penulisan seperti piramida terbalik, agar sang editor -misalnya - dapat mudah mengedit berita2 yang dilaporkan supaya tdk hilang elemen2 nya..,

dendi ryadi mengatakan...

Nama : Dendi Ryadi
NPM : 10080009371


dalam kenyataannya.., berita sangat dikendalikan oleh para pemilik modal.., seperti halnya yg terjadi pada saat 1990 maupun pada awal abad 21, dan mungkin hingga saat ini..,hal ini membawa ramuan untuk merumuskan suatu etika dalam jurnalistik yang diharapkan agar para jurnalis tersebut tdk dpt terprovokasi oleh pihak tertentu yg berkepentingan. Adapun nilai berita tumbuh dan berkembang sedikitnya lebih baik - jika ditilik dari orientasi mereka untuk menegakkan demokrasi, setelah terjadinya tragedi penyerangan terhadap WTC. Ada perubahan massal dari yang biasanya menyuguhkan berita2 tentang selebritis, kembali pada awal mula bekembangnya jurnalisme di dunia, yakni utk melaporkan berita2 dg kualitas baik demi kepentingan demokrasi. Meskipun suatu nilai sangat sulit diukur tetapi ada beberapa elemen yang dapat menjadi sandarannya, yakni proximity, immediacy, conflict dan lain sebagainya.berbagai elemen nilai berita tersebut harus dipaparkan dengan bahasa pelaporan berita, yakni hard news, feature news, sports news dll.dengan bentuk penulisan seperti piramida terbalik, agar sang editor -misalnya - dapat mudah mengedit berita2 yang dilaporkan supaya tdk hilang elemen2 nya..,

Anonim mengatakan...

Anggota kelompok:
Akbar alfi dwiyanuar 10080010088
Novan Riandhy 10080010064
Rizky Ahmad Nugraha 10080010079

Kami sangat setuju dengan point point yang terkandung dalam blog berita dan reportase, bahwa pemberitaan yang dibuat para wartawan itu tidak memberitakan hal yang tidak sesuai dengan fakta, karena hal tersebut tidak akan menjadikan citra para wartawan lebih baik.

Anonim mengatakan...

kelompok : Bio Kusumah W 10080010075, Dwiki Rizki O 10080010074, Irham Shiddiq M 10080010080, Nico Maulana 10080010078, Khaerlangga T 10080010089
FIKOM B

Kami setuju dengan apa yang disampaikan penulis diatas

Bahwa sebagai jurnalis harus bisa memilih atau memikirkankembali suatu berita sebelum dipublikasikan kepada media dan sebagai jurnalis juga harus bisa memilih dan memilah mana berita yang benar ( fakta ) agar tidak ada kebohongan untuk masyarakat yang bisa menimbulkan dampak negatif.

Firda mengatakan...

Firda

Firda R.O (10080010026) Fikom A 2010

menurut saya tulisan yang ada di blog ini memang benar. seorang jurnalis harus menguasai point-point yang ada ditulisan ini dan elemen-elemen yang terkandung didalamnya selain hanya menguasai teknik menulis dan menguasai tekhnik kelengkapan informasi yang mengandung 5W+1H.
mental psikologis pun memang benar harus dikuasai oleh seorang jurnalis. bila seorang jurnalis itu tidak kuat akan mental (emosi) nya maka akan berpengaruh buruk pada tulisan-tulisan nya dan pada saat dia reportase.

Firda mengatakan...

Firda R.O (10080010026) Fikom A 2010

menurut saya artikel "Berita dan Reportase" yang ada di blog ini memang benar. seorang jurnalis harus menguasai point-point yang ada ditulisan ini dan elemen-elemen yang terkandung didalamnya selain hanya menguasai teknik menulis dan menguasai tekhnik kelengkapan informasi yang mengandung 5W+1H.
mental psikologis pun memang benar harus dikuasai oleh seorang jurnalis. bila seorang jurnalis itu tidak kuat akan mental (emosi) nya maka akan berpengaruh buruk pada tulisan-tulisan nya dan pada saat dia reportase.

Anonim mengatakan...

1. Reika Salsabilla (10080010061)
2. Juliana (10080010085)

Menurut penangkapan kami atas artikel tersebut adalah bahwa
Menjadi seorang jurnalistik harus teliti dan paham pada isi berita atau informasi yang akan ia sampaikan, mencari suatu informasi yang sesuai dengan fakta, tidak berlebihan dalam menyampaikan informasinya, dengan jelas dan benar-benar teruji kebenarannya. Karena seorang jurnalis akan mempertanggung jawabkan atas semua isi berita yang telah ditulisnya.
berita yang telah disebar luaskan kepada khalayak harus memiliki kualitas informasi yang baik dan memberikan nilai-nilai positif bagi para khalayak. Buatlah berita dengan semenarik mungkin dan tidak ada unsur kebohongan agar berita yang disampaikan akan lebih berbobot dan berkualitas.

putri puspita nila mengatakan...

kelompok : putri puspita, risa yunita,riana afriyanti, fitry afriliyan

setelah kami membaca blog ini kami mengambil kesimpulan bahwa nilai berita sangatlah penting namun kenyatannya nilai berita masih sangat sulit untuk dipahami, menjadi jurnalis tidaklah mudah banyak sekali rintangan dan halangannya dan seorang jurnalis itu jangan mengambil kesimpulan secara terburu-buru tetapi haruslah diteliti kembali setiap berita yang akan disebarkan

Anonim mengatakan...

Kelompok : Yasa Saputra, Trianda Firlana L, Trisna Taufik H, Heru Afandy. Kelas Fikom B,

Pertama-tama kami berterima kasih kepada penulis karena artikel ini telah menambah pengetahuan kami tentang keberitaan dan jurnalis.
Jadi kami menarik kesimpulan dari artikel ini bahwa wartawan yang baik adalah wartawan yang mampu membuat pemberitaan yang baik dan bermutu tanpa memandang/melihat nilai komersil. Berita yang disajikan harus sesuai dengan fakta yang ada dan tidak dibesar-besarkan ataupun dikurangi.

Anonim mengatakan...

Kelompok : Yasa Saputra, Trianda Firlana L, Trisna Taufik H, Heru Afandy. Kelas Fikom B,

Pertama-tama kami berterima kasih kepada penulis karena artikel ini telah menambah pengetahuan kami tentang keberitaan dan jurnalis.
Jadi kami menarik kesimpulan dari artikel ini bahwa wartawan yang baik adalah wartawan yang mampu membuat pemberitaan yang baik dan bermutu tanpa memandang/melihat nilai komersil. Berita yang disajikan harus sesuai dengan fakta yang ada dan tidak dibesar-besarkan ataupun dikurangi.

Anonim mengatakan...

nama : selly karina saleha
npm : 10080010038
fikom a

saya telah membaca blog bapak, saya dapat menyimpulkan bahwa sebuah media itu sangat erat kaitannya dengan para masyarakat, dimana para masyarakat dapat mendapatkan informasi dan dapat berkomunikasi dari sebuah media.

namun sebuah media pun memiliki dampak negatif dan positifnya. dampak postifnya sebuah media adalah media dapat melakukan pertukaran data dengan menggunakan email,atau newsgroup,media untuk mencari informasi atau data,Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan atau kebudayaan.
sedangkan dampak negatifnya sebuah media adalah Pornografi,Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan,dan masih banyak lainnya. Namun dapat dicontohkan dalam blog ini masyarakat sihir harry potter juga memiliki lembaga media massa. The Quibbler ialah salah satu, quibbler menyajikan berbagai informasi aktual tentang pergerakan masyarakat sihir.

namun tanpa media pun para khalayak tidak mampu berkomunikasi dengan yang lainnya dan yang terpenting para khalayak tidak akan mampu mendaptkan informasi yang secara update di masa kini.

peranan media pers :
meda pers yang ada pada saat ini ialah media pers yang belum bebas sesuai dengan undang-undang, dimana media pers tersebut sangat erat kaitannya dengan para pemerintah. maka dari itu media pers tersebu tidak mampu mengungkapkan sebuah informasi yang secara kongkrit karena media pers tersebut tertekan dengan penguasa-penguasa yang telah ditetapkan dengan aturan-aturan yang ada.

namun peran media pers tersebut seharusnya menyampaikan berita yang kongkrit dan terbukti kebenarannya secara akurat. sehingga media tersebut bebas dalam memberikan sebuah informasi namun tetap bertanggung jawab.

sekian dan terimakasih.

Anonim mengatakan...

Siti Annisah A.
10080010072
FIKOM B


Menurut saya, Media disini mengikuti perkembangan zaman, dalam arti media juga membutuhkan sesuatu yang fresh dalam pemberitaannya sehingga menimbulkan perhatian yang besar dalam pulik. ada juga sejumlah media yang hanya berpatok terhadap apa yang sedang heboh dibicarakan oleh masyarakat yang dapat membuat masyarakat tertarik, atau adapun yang ingin bermain apa saja. dari tiap tahun ketahun, setiap media mengubah sistem kerjanya, mereka cenderung melihat pangsa pasar yang ada, yang mungkin biasanya meliput tentang kesehatan tetapi karena yang sedang laku dimasyarakat tentang kehidupan selebrita mereka berpindah haluan menjadi pemburu berita selebriti, bahakan ada sejumlah pers yang melanggar kode etik mereka sebagai journalism hanya untuk mencari berita yang menimbulkan sensasi. jadi, intinya banyak media yang mempengaruhi perubahan sosial dan bahkan sebaliknya perubahan sosial juga yang merubah Media.

Anonim mengatakan...

Bismillah, komentar saya, sebagai orang yang baru mengenal jurnalitik:

Dunia jurnalistik tidak bisa lepas dari campurtangan unsur non jurnalistik. Hal ini diantaranya, tergambar dengan jelas ketika pemilik media menekan para wartawannya, agar menyajikan berita "sesuai dengan misi pemilik media". Memanipulasi fakta, blowup, atau malah "menutup" fakta yang terjadi merupakan salah satu upaya yang dijalankan media, apabila berita tersebut dirasa "tidak sejalan" dengan visi mereka.

Lain halnya ketika kesalahan pemberitaan terjadi akibat unsur ketidak sengajaan karena berbagai faktor non teknis, atau karena terbawa arus emosional berita, mungkin masyarakat masih dapat memakluminya. Tetapi apabila hal itu terjadi karena ada unsur "kesengajaan", maka harapan akan dunia jurnalistik yang independen, seimbang, dll, dirasakan masih jauh.

Lantas, apakah fakta yang terjadi di sana, juga terjadi di Indonesia, saya berharap mudah-mudahan hal tersebut tidak terjadi, sehingga masyarakat Indonesia dapat menikmati berita seuai fakta, seimbang, dan tidak memihak.

Kiranya hikmah yang dapat diambil dari kasus tersebut, selayaknya masyarakat sebagai konsumen berita, dapat bersikap kritis dengan berita yang dipublis, sehingga tidak serta merta menikmati berita yang tersaji.

Wallahu'alam.
Ayip sb
Mahasiswa Bapak

Unknown mengatakan...

dewasa ini jurnalistik sudah mengalami perubahan yang sangat dinamis. hingga akhirnya kita sering dihadapkan dengan kebingungan dalam memilih mana yang layak dibaca dan yang layak ditonton. media dewasa ini sudah tidak memperdulikan kualitas, mereka lebih mengejar kuantitas masyarakat setianya dengan memberikan informasi yang lebih beragam yang disesuaikan dengan keinginan pasar.
media seharusnya sebagai lembaga edukasi dan informasi harus membuat suatu program yang tidak hanya menghibur semata, tetapi memberikan informasi yang berharga/bermanfaat bagi masyarakat.
Ana sofiani kelas khusus

Anonim mengatakan...

Nama : Iwan Kusmawan

NPM : 10020212816

Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam


Berdasarkan pengamatan saya akan artikel " Berita dan Reportase " , secara keseluruhan saya sangat setuju, bahkan elemen pemberitaan yang tersebutkan diatas harus menjadi standar pemberitaan bagi setiap media pembertiaan di Tanah Air. Namun ada satu elemen lain, yang menurut saya penting untuk dimiliki oleh setiap insan media saat ini, elemen itu adalah independency (ketakberpihakkan),hal ini perlu dengan banyaknya media saat ini yang telah sengaja menjadi alat kampanye politik bagi sebagian elite partai, jangan sampai dengan semua itu menjadikan fokus utama pemberitaan menjadi hilang. Terima Kasih

Zhahirani Fitri Fadhlih mengatakan...

Nama anggota
Zhahirani Fitri Fadhlih (10080013009)
Yolla Puspita Eka Putri Williana (10080013011)
Iiq Siti Rofiqoh (10080013021)
Fikom kelas A

Tulisan pada blog ini cukup menarik dan inspiratif, menambah pengetahuan kami tentang bagaimana sulitnya menjadi seorang jurnalis.
Apabila kita hendak memberi atau melaporkan informasi, berita yg kita sampaikan harus sebagaimana adanya tidak boleh mengandung unsur kepentingan lain di luar jurnalisme.
Dalam tulisan ini juga terjabarkan jelas bahwa seorang jurnalis harus mengerti benar elemen elemen yang ada dalam berita, sehingga berita yang disampaikan bisa di terima, keprofesional jurnalis dituntut betul dalam menyampaikan beritanya juga berdasarkan pemaparan berita yang telah bapak sajikan, dapat menggambarkan seperti tanaman yang mengalami proses pertumbuhan dari mulai berakar, berbatang, beranting, berdaun hingga akhirnya berbuah, itulah perumpaan kehidupan pada jurnalistik dimana memerlukan proses untuk menghasilkan nilai dan kepercayaan dari konsumen media dari proses dan usaha dalam menyampaikan informasi terhadap publik. Bagaimana sebuah pohon dapat menghasilkaan buah yg baik? buah yang manis dan berkualitas tinggi yg akan di nilai sebagai pemuas konsumen, begitupun dalam dunia jurnalis bagaimana sebuah berita dapat di nilai baik?? hanya berita yang berkualitas tinggi yg akan di nilai sebagai berita layak konsumsi.

Unknown mengatakan...

Nama Anggota
Alfin Syah P 10080013001
Ferdy Senjatiana 10080013002
Muhammad Faris 10080013034
Kelas Fikom A

Membuat berita tidak buru-buru dan tergesa-gesa, memperhatikan berbagai nilai yang ada dimana setiap komponen harus menjadi sebuah komposisi yang pas agar suatu berita tidak berorientasi pada satu hal saja.
Penjelasan etika, penggunaan bahasa yang kurang dimengerti untuk orang yang baru awal belajar jurnalistik hal ini membuat kami sebagai orang awam mengalami gangguan semantik. banyak pelajaran baru yang didapat setelah membaca jurnalisme yang sudah penulis jelaskan diatas, salah satunya bahwa awalnya menurut kami, kami tidak dapat membedakan apa itu berita diberbagai media dan perbedaanya. Namun sekarang kami mengerti dan memahami bagaimana sebuah berita seharusnya dapat terproses dengan baik. Setelah kami membaca tulisan yang penulis buat, kami dapat membedakan kedalaman informasi atau detail dari sebuah informasi karena ternyata informasi yang disajikan dimedia elektronik lebih bersifat cepat dan kurang mendetail, sedangkan informasi di media cetak lebih dalam dan rinci juga detail karena dalam penulisan media cetak mengalami editorial yang cukup ketat dan panjang.
Tulisan yang baik dimana sebuah jurnalisme dijelaskan digambarkan dengan baik dari segi pemahaman yang jelas oleh seorang yang memang mendalami apa arti jurnalisme itu sendiri. Bagaimana disetiap berita yang seharusnya ada di Indonesia ataupun diberbagai media diberitakan dengan baik dan bagaimana seorang jurnalis harus memiliki independensi sendiri untuk membuat sebuah berita. Disinilah kami belajar secara tidak langsung bagaimana menjadi seorang jurnalis kelak jika kami mengambil prodi Jurnalisme.

Unknown mengatakan...

Erick Martin : 10080013013
Wanda Vernando : 10080013035
Adika Ahad ADP : 10080013006

tulisan pada blog ini sangat menarik , karena blog ini memuat konten tentang pengetahuan-pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis, karena pada jaman sekarang para jurnalis sudah mulai melupakan kode etik dalam membuat berita, mereka terkadang terbiasa memiliki sikap Bad Journalism sikap ini terkesan ceroboh, terburu buru dan tidak akurat pada pemberitaan para jurnalis, ini bisa berakibat miss komunikasi karena adanya noise yang diterima, seharusnya para jurnalis harus memiliki sikap Good Journalism yang tidak terburu buru dan tidak memihak salah satu pihak untuk membuat berita
dengan melihat kode etik jurnalis, dan memperhatikan isi berita agar berita tidak berpihak untuk kepentingan pribadi seseorang. maka dari itu para jurnalis harus bersabar untuk membuat berita- berita agar tidak ada kesalahan yang fatal dalam menyampaikan berita tersebut. para jurnalis juga harus melihat elemen nilai berita agar berita nya pas dan tidak berat untuk ditangkap oleh penerima berita.

Santika A Dita mengatakan...

Assalamualaikum wr.wb
Pertama, pers Amerika tidak perlu ditiru kelakuannya ketika mereka mengenyampingkan hal-hal yang mereka tidak anggap penting. Segala hal yang sekiranya patut "diketahui" massa sudah selayaknya dipublikasikan.
Kedua, dilihat dari dasar pengertian nilai, memang sulit untuk menyepakatik mana yang baik dan buruk karena kedua hal itu berdasar sangat subjektif dari setiap diri masing-masing individu. Baik buruknya suatu berita bukan hanya tergantung pada memenuhi atau tidaknya berita tersebut terhadap syarat-syarat berita yang baik. Padahal, kita tidak tahu siapa yang membaca dan siapa yang melihat berita dan laporan yang kita buat. Mungkin akan lebih baik jika suatu saat kita bisa mengetahui siapa pembaca dan penonton berita yang kita produksi agar semuanya dapat diterima dan dicerna "sesuai" dengan kriteria baik buruknya dampak berita tersebut terhadap audiens. Misalnya dengan mulai mengklasifikasikan "untuk siapa" berita tersebut dibuat, dengan asumsi bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan analisis dan aplikatif yang sama ketika dia mencerna informasi yang diterimanya. Sulit memang, tapi kami rasa patut direnungkan mengingat banyak "perdebatan" terjadi karena interpretasi yang berbeda terhadap satu berita yang sama.
Ketiga dan sebagai pamungkas,intinya semua wartawan atau pers harus bersikap jujur terhadap apa yang diberitakan dan jangan ada yang di lebih-lebihkan. Itu akan merugikan masyarakat yang menerima informasi. Jangan hanya ementingkan eksistensi suatu media televisi. Ambilah berita yang sangat bermanfaat bagi masyarakat semata-mata untuk menambah wawasan dan perspeksi positif atas beragam hal di dunia ini.

Terimakasih atas infromasi yang telah penulis sampaikan dalam cakrawala kepenulisan berita dan reportasi ini.


Wassalamualaikum wr.wb

Kelompok Fikom kelas B
Santika Ayuning Dita 10080013071
Muthia Meilanie P. J 10080013074
Mega Putri 10080013076

Anonim mengatakan...

KELOMPOK FIKOM A
Erlangga T Putra (10080013017)
Robi Syahril Maulana (10080013027)
Ogy Ahmad (10080013039)

Ass.wr.wb
Setelah kami membaca blog bapa banyak pengetahuan yang kami dapat terutama untuk yang berminat masuk jurnal, dan banyak pula nilai-nilai yang kita dapat untuk menjadikan seorang jurnalis yang beretika dan pandai membuat berita Sebelumnya kami hanya tau jurnal adalah orang yang mengumpulkan berita-berita tanpa tau etika dan moral bagi seorang jurnalis. Ternyata banyak yang harus dipelajari dari nilai-nilai jurnalisme. Disini juga kami dapat ilmu tentang elemen nilai berita, yaitu : immediacy, proximity, consequence, conflict, oddty, sex, emotion, prominence, suspense, progress. Kami juga mulai tau akan dampak atau efek yang akan para jurnalis terima dan bagaimana cara menjadi jurnalis professional, seperti tidak melebih-lebihkan berita atau memberikan berita tanpa adanya fakta.
wss.wr.wb

Anonim mengatakan...

FIKOM A
Anggota :
Angga nugraha ( 10080013025 )
meilita D Putri ( 10080013007 )
Ridlo Sudiro ( 10080013016 )


selain itu ada etika yg dikutip yg dapat menjelaskan bagaimana seharusnya dalam menyajikan berita. bagitupun bagian berita di dalam kutipan ini yg dapat lebih memahami tujuan berita yg akan diberikan, agar tidak ada kesalah pahaman bagi pers.
banyak yg dapat dikutip dan kami simpulkan dari kutipan artikel ini, bahwa memang tingkat atittude yg dimiliki dan keprofesionalan jurnalis harus baik, karna ternyata banyak yg harus dimiliki oleh seorang jurnalis dalam memberikan berita karena berita yg di

didalam artikel ini, banyak ilmu yg pnting yg bisa diambil oleh kami, bahwa seorang jurnalis itu memang dituntut harus memberikan berita yg akurat dan baik bagi masyarakat, dan tidak semena-mena menyampaikan saja. karena masyarakat yg melihat dan menikmati berita baik dlm tv maupun koran, itu mempunyau jiwa yg dapat mempunyai perasaan. maka jurnalis memang harus aktual dan jelas dalam memberikan berita.
selain itu ada etika yg dikutip yg dapat menjelaskan bagaimana seharusnya dalam menyajikan be

banyak yg dapat dikutip dan kami simpulkan dari kutipan artikel ini, bahwa memang tingkat atittude yg dimiliki dan keprofesionalan jurnalis harus baik, karna ternyata banyak yg harus dimiliki oleh seorang jurnalis dalam memberikan berita karena berita yg disajikan akan memberikan hal yg berbeda bagi tiap masy yg menilainya, agar tidak seperti contoh diatas kutipan ini yg menjelaskan tentang gd. WTC di AS, yg kami ketahui pun tidak tau mana yg benar karena banyak kejelasan yg keluar tentang itu.

Anonim mengatakan...

FIKOM A 2013
Azkia Ibadina (10080013036), Deninna rahmatya (10080013023), Elsabella rizky (10080013028)
setelah kami membaca artikel ini, kami berdiskusi dan membahas isi yang ada didalamnya. akhirnya kami setuju bahwa artikel ini sangat menarik untuk dibaca, bahasanya lugas dan penyampaian yang cerdas.
namun disamping fisik artikel, kamipun tersadar bahwa begitu banyak berita yang tidak bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi. yang sering sekali mengambil keputusan terburu-buru, dan terkadang berdasarkan hal hal yang sur-real. contohnya: amukan gunung kelud, yang baru-baru ini menjadi topik hangat, ada yang menyangkut pautkan ayat quran, valentine, dsb. dan yang membuat kami geram adalah hoax- hoax itu dimuat mejadi artikel di media cetak, maupun media elektronik.
tak hanya jurnalis, masyarakatpun perlu meninjau ulang akan informasi dan data yang diterima, karna dewasa kini banyak sekali orang-orang yang menjadi jurnalis dadakan. memberi informasi dengan pandangan sebelah mata. berdasarkan rating, maupun nilai jual. tanpa memperdulikan konten yang disajikan. alih alih membantu masyarakat, yang ada malah mempersulit dan menambah kekhawatiran.
menjadi jurnalis memang bukanlah hal yang mudah, perlu tanggung jawab yang tinggi dan cerdas. namun bila kita bisa menjadi jurnalis teladan, banyak orang yang akan tertolong, bernilai manfaat dan menjadi tabungan pahala di akhirat nanti. (khoiruukum man anfau’hu linnaasi)
memang di dunia ini tak ada yang sempurna, tapi setiap dari kita diberi kemampuan untuk menjadi yang terbaik benar?
Akhir kata, kami berterima kasih kepada penulis artikel ini. Tanpanya kami masih akan secara sadar maupun tidak menerima berita tanpa meninjau kembali, dan berakhir menjadi pion-pion yang dikendalikan media massa yang tak bertanggung jawab. Dan ilmu ini akan menjadi bekal kami di masa mendatang sebagai jurnalis professional. Amiin..

Anonim mengatakan...

Khilyatul Auliya (10080013014)
Gesti Firdasari (10080013019)
Rr Zahra Desy (10080013032)
FIKOM A

Setelah membaca blog yang berjudul “Berita dan Reportase”, menurut kami sebaiknya Selama wartawan menyiarkan atau mempublikasikan suatu berita harus sesuai dengan fakta yang benar-benar terjadi tidak fiktif, berita harus benar-benar sesuai dengan kenyataan, mengumpulkan data peristiwa secara lengkap, bernilai penting, dan berita itu popular (menyangkut hal-hal yang akan diketahui public). Bagi wartawan dan media massa harus jeli menempatkan dirinya agar masyarakat dapat menarik kesimpulan dari berita dan reportase tersebut dengan hati dan fikiran yang jernih. Media massa dan wartawan jangan hanya mementingkan up to date atau tidak up to datenya suatu berita tetapi harus diperhatikan komposisi dan keringkasan berita tersebut agar masyarakat tidak mendapat berita yang simpang siur, wartawanpun seharusnya lebih diperhatikan kondisi fisiknya dan emosionalnya agar ia dapat memberikan liputan atau reportase yang maksimal dalam keadaan yang sebaik-baiknya dan tidak terpancing oleh situasi juga kondisi saat memberitakan suatu peristiwa,blog ini juga sangat membantu para jurnalis pemula untuk mengetahui bagaimana pakem-pakem tertentu untuk jurnalis menentukan topik yang akan di publikasikan.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Tovan Isdanov mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Tovan Isdanov mengatakan...

TOVAN ISDANOV (10080013030)
FIKOM A

setelah saya membaca posting bapak di atas, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa kita tidak bisa mempromosikan suatu berita atau informasi secara sepihak tanpa membandingkan dahulu sebab akibat suatu kejadian dan karena itu kita juga bisa menyimpulkan bahwa nilai berita masih sangat sulit untuk dimgerti dan di nilai baik buruknya dikarenakan dalam suatu berita terdapat banyak elemen-elemen yang belum tentu bisa dimengerti banyak orang.baik buruknya suatu berita dapat di simpulkan oleh orang yang membaca berita tersebut baik itu wartawan,instansi atau masyarakat itu sendiri. baiknya pihak pihak yang terkait dalam pemberitaan suatu berita memiliki sikap netral sehingga bisa memenuhi nilai elemen pemberitaan secara merata

Anonim mengatakan...

Muhammad al faruq(10080013040)
Bagus pras wicak(10080013038)
Faris lutfi (10080013018)

Setelah kami membaca tulisan bapak, tulisan bapak sangat memberi informasi kepada orang awam yang tidak mengetahui cara berjurnalisme. Di dalam postingan ini terdapat banyak tata cara untuk membuat sebuah berita, agar berita itu bernilai dan tidak sembarangan. untuk menyampaikan sebuah berita disarankan untuk tidak terburu-buru menyampaikan berita,semestinya para wartawan mencari fakta dan komposisi yang tapat sebelum disebarluaskan kepada masyarakat. Nilai kebenaran suatu berita memang lebih penting dibandingkan nilai komersilnya. berita yang baik itu memang harus jelas sumber dan kebenarannya, bukan hanya sekedar untuk komersil belaka. Kode etik di dunia jurnalisme juga memanglah penting, sebab dengan adanya kode etik, para pelaku jurnalisme akan tau bagaimana cara membuat berita yang baik dan benar. yang terjadi pada saat ini banyak media yang meliput atau memberitakan kebohongan, dan banyak yang memberitakan hal yang tidak penting. banyak media juga yang di pegang kendali oleh pemerintah, jadi media itu sering menutup-nutupi kesalahan yang ada dalam pemerintahan. oleh karena itu tulisan ini sangat bermanfaat untuk memberi tahu para oknum jurnalisme, agar lebih cermat dan tepat dalam memberitakan sesuatu.

Unknown mengatakan...

Tondiky R. Sinaga (10080013008)
Rifqi Faizal Anshori (10080013037)
Fikry Caesar (10080013033)

Ternyata banyak sekali yang harus dilihat lebih dalam dari sebuah berita-berita yang selama ini dilihat di televisi. Nilai-nilai yang terkadang miss dari pandangan umum yang diperlihatkan diberita ternyata banyak sekali bagian-bagian yang perlu secara kritis kita pahami, itu benar-benar sebuah berita atau sekedar hiburan semata yang sengaja dibuat untuk menutup-nutupi berita yang sesungguhnya. Setelah membaca postingan tentang nilai berita di atas, kami dapat memahami, meskipun masih harus lebih banyak belajar lagi, bahwa berita-berita yang disiarkan ada yang benar-benar berita, modus untuk melakukan sebuah pencitraan, komersial atau pun bisnis. Karena posisi berita berada di puncak piramid, berita menjadi komponen penting dalam masyarakat. Karena itu ita perlu tahu cara memahami berita tersebut. Dan dalam postingan Bapak Septiana, Berita dan Reportase, kami mendapatkan pelajaran dan penambahan wawasan yang penting demi mendukung pengetahuan tentang jurnalisme juga.

Anonim mengatakan...

Nilam Purnama (10080013015)
Audria Naufallyna Fasha (10080013031)
Abdulhamid Sofyan Harahap (10030018029)

Blog yang secara mendetail menjelaskan tentang jurnalisme ini sangat berguna untuk menambah wawasan kita sebagai mahasiswa. Sosok jurnalisme sebagai pembawa berita yang jujur apa adanya, pintar memilih kata – kata, tahu akan hak dan kewajibannya sangat dibutuhkan saat ini. Menjadi jurnalisme yang baik memang susah karena ia yang melihat langsung apa yang terjadi di lapangan dan memberikan informasi sejelas jelasnya kepada publik. Memberikan informasi yang paling cepat memang menjadi nilai tambah, tapi kejujuran dan penyampaian fakta yang sebenarnya terjadi, perlu dilakukan. Selain merusak citra jurnalisme jika tidak benar dalam memberikan informasi, bisa juga memecah belah beberapa kelompok, karena salah satu kepercayaan masyarakat untuk tahu akan peristiwa yang terjadi adalah para jurnalisme.

Selma Sanni Savitri mengatakan...

Fikom kelas B
- Athar Isnaeni PK (10080013048)
- Selma Sanni Savitri (10080013053)
- Fia Nur Alfiani (10080013060)

Setelah kami membaca artikel berita dan reportase, nilai berita masih sangatlah sulit untuk dipahami seperti pers di Amerika yang menyalahgunakan aturan dalam pemberitaan. Pers di Amerika tidak menceritakan berita dengan benarnya karena pemimpin mereka hanya menugaskan untuk mencari banyak laba, bukan mencari berita yang real dan nyata. Metode piramida terbalik membuat berita hanya menarik di alinea atasnya saja, jadi para pembaca sudah tau berita yang akan mereka baca tanpa perlu membacanya sampai akhir. Seharusnya pokok berita diadakan di akhir. Jadi, pembaca akan membacanya sampai akhir.

Nararya mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Nararya mengatakan...

Fikom Kelas B
Ladysa SP 10080013054
Nararya Pekerti A 10080013058
Tria Oktavianty F 10080013066

Kami mengambil kesimpulan bahwa sesungguhnya media yang baik adalah media yang bersikap jujur dan netral, tidak mengedepankan sensasi dan pencitraan yang dibuat. Tidak seperti artikel yang dimuat dalam blog ini yang menilai berita dari penting atau tidaknya dan dari baru atau tidaknya issue tersebut. Selain itu, jurnalis yang baik harus memperhatikan kepastian dan kebenaran sebuah berita agar tidak terjadi kesalahpahaman yang fatal diantara para konsumen berita.

Anonim mengatakan...

Fikom Kelas B
Roby Syaftian Putra 10080013073
Saska Paloma Gladina 10080013045
Sopyan Ramdhani 10080013056

Setelah membaca kutipan di atas kami membuat kesimpulan bahwa dengan adanya sikap pemberitaan di Amerika Serikat yang berat sebelah dalam memberitakan kejadian runtuhnya WTC, serta bersikap seperti cowboy yang marah akan membalas dendam kepada musuhnya. Kami sangat tidak setuju karena sikap kecenderungan jinggoistik tersebut sangat menggambarkan bahwa amerika ingin menghancurkan image dari taliban dengan mengurangi berita baik tentang taliban. Sangat berbeda sekali dengan dekade 1990 yang menggambarkan jurnalisme amerika yang cenderung mencari laba dan mengangkat berita seperti selebritis yang mengakibatkan banyaknya topik berita penting dihilangkan. Terlihat bahwa kejadian WTC membuat adanya serangan dan reaksi dari masyarakat yang membingkai wacana publik saat itu dan seakan memberikan pandangan baru atau "a new look at life". Serangan itu kemudian menghentikan fenomena akan pilihan soft serta hard, atau silly dan serious pada soal nilai berita di dunia dan menurut kami masih berlaku hingga saat ini.

Selain itu sebuah berita haruslah disahkan dan mempunyai makna-makna yang penting bagi para pendengar maupun pembacanya. Elemen-elemen berita juga harus dicantumkan oleh para wartawan agar dapat menjadi sebuah berita yang memiliki unsur-unsur yang sempurna serta dapat dimengerti oleh semua kalangan masyarakat. Oleh Karena itu, kami setuju akan apa yang dikatakan oleh Katty Yanchef bahwa seorang jurnalis harus memiliki salah satu kemampuan dalam membuat laporan. Bisa dengan cara penulisan yang jelas, mempunyai arti makna dalam penggunaan kata-kata maupun penyusunan paragraf secara berurutan dan sempurna. Kami juga tertarik akan teknik penulisan piramida terbalik, soalnya di dalam teknik ini memiliki unsur-unsur kelengkapan informasi, yaitu 5W dan 1H.

Unknown mengatakan...

Fikom A 2013
Chinthya Novianti 10080013012
Martin Wadesa 10080013022
Alvina Soraya 10080013026

Di artikel penulis menjelaskan peran media yang lebih banyak mengungkap hal yang dianggap komersil atau memiliki nilai jual seperti salah satu elemen nilai berita yaitu konflict seperti peristiwa-peristiwa kerusuhan, demo, tindakan kriminal dan lain-lainnya dimana berita tersebut sangat sering di tayangkan sehingga para pendengar berita tersebut lebih berhati-hati dengan lingkungan sekitarnya. Dalam perkembangan berita banyak kejadian yang membuat jurnalisme termasuk ke dalam kategori good news atau bad news, kami setuju apabila menilai mereka dari tulisan berita yang mereka buat, dilihat dari etika atau pelaksanaan kode etik wartawan yang mereka lakukan. Untuk melatih kesiapan mental mereka dan kesiapan psikologis wartawan. Wartawan harus mengerti dengan apa yang mereka tanyakan dan apa yang akan mereka simpulkan seperti unsur checklist yang penulis tuliskan dalam artikel ini. Kami setuju cara imi membuat reportase menjadi lebih efektif. Dalam jurnalistik menulis berita juga harus memiliki karakteristik untuk mencapai point-point yang mereka tuju. Berita yang dituju haruslah berkaitan dengan konteks beritanya, berita yang belum tersampaikan akan mereka cari secara hard news sampai selesai. Membahas mengenai hal-hal yang terpenting sampai akhir. Jurnalistik punya ttrik khusus untuk menuliskan sebuah pemberitaan yaitu piramida terbalik yang mengandung yang mengandung 5W+1H. Dengan piramida terbali mereka mencari mulai dari hal penting hingga hal yang tidak begitu penting. Seorang jurnalis harus bisa jujur, akurat dalam menyampaikan berita, dan benar dalam penggunaan tanda baca. Dengan piramida terbalik para pembaca dapat denga mudah memahami isi berita karna inti atau point-point yang terpenting dalam suatu berita berada di awal pemberitaan

Unknown mengatakan...

Fikom A 2013
Cynthia Novianti 10080013012
Martin Wadesa 10080013022
Alvina Soraya 10080013026

Di artikel penulis menjelaskan peran media yang lebih banyak mengungkap hal yang dianggap komersil atau memiliki nilai jual seperti salah satu elemen nilai berita yaitu konflict seperti peristiwa-peristiwa kerusuhan, demo, tindakan kriminal dan lain-lainnya dimana berita tersebut sangat sering di tayangkan sehingga para pendengar berita tersebut lebih berhati-hati dengan lingkungan sekitarnya. Dalam perkembangan berita banyak kejadian yang membuat jurnalisme termasuk ke dalam kategori good news atau bad news, kami setuju apabila menilai mereka dari tulisan berita yang mereka buat, dilihat dari etika atau pelaksanaan kode etik wartawan yang mereka lakukan. Untuk melatih kesiapan mental mereka dan kesiapan psikologis wartawan. Wartawan harus mengerti dengan apa yang mereka tanyakan dan apa yang akan mereka simpulkan seperti unsur checklist yang penulis tuliskan dalam artikel ini. Kami setuju cara imi membuat reportase menjadi lebih efektif. Dalam jurnalistik menulis berita juga harus memiliki karakteristik untuk mencapai point-point yang mereka tuju. Berita yang dituju haruslah berkaitan dengan konteks beritanya, berita yang belum tersampaikan akan mereka cari secara hard news sampai selesai. Membahas mengenai hal-hal yang terpenting sampai akhir. Jurnalistik punya ttrik khusus untuk menuliskan sebuah pemberitaan yaitu piramida terbalik yang mengandung yang mengandung 5W+1H. Dengan piramida terbali mereka mencari mulai dari hal penting hingga hal yang tidak begitu penting. Seorang jurnalis harus bisa jujur, akurat dalam menyampaikan berita, dan benar dalam penggunaan tanda baca. Dengan piramida terbalik para pembaca dapat denga mudah memahami isi berita karna inti atau point-point yang terpenting dalam suatu berita berada di awal pemberitaan

Unknown mengatakan...

Fikom A 2013
Cynthia Novianti 10080013012
Martin Wadesa 10080013022
Alvina Soraya 10080013026

Di artikel penulis menjelaskan peran media yang lebih banyak mengungkap hal yang dianggap komersil atau memiliki nilai jual seperti salah satu elemen nilai berita yaitu konflict seperti peristiwa-peristiwa kerusuhan, demo, tindakan kriminal dan lain-lainnya dimana berita tersebut sangat sering di tayangkan sehingga para pendengar berita tersebut lebih berhati-hati dengan lingkungan sekitarnya. Dalam perkembangan berita banyak kejadian yang membuat jurnalisme termasuk ke dalam kategori good news atau bad news, kami setuju apabila menilai mereka dari tulisan berita yang mereka buat, dilihat dari etika atau pelaksanaan kode etik wartawan yang mereka lakukan. Untuk melatih kesiapan mental mereka dan kesiapan psikologis wartawan. Wartawan harus mengerti dengan apa yang mereka tanyakan dan apa yang akan mereka simpulkan seperti unsur checklist yang penulis tuliskan dalam artikel ini. Kami setuju cara imi membuat reportase menjadi lebih efektif. Dalam jurnalistik menulis berita juga harus memiliki karakteristik untuk mencapai point-point yang mereka tuju. Berita yang dituju haruslah berkaitan dengan konteks beritanya, berita yang belum tersampaikan akan mereka cari secara hard news sampai selesai. Membahas mengenai hal-hal yang terpenting sampai akhir. Jurnalistik punya trik khusus untuk menuliskan sebuah pemberitaan yaitu piramida terbalik yang mengandung yang mengandung 5W+1H. Dengan piramida terbalik mereka mencari mulai dari hal penting hingga hal yang tidak begitu penting. Seorang jurnalis harus bisa jujur, akurat dalam menyampaikan berita, dan benar dalam penggunaan tanda baca. Dengan piramida terbalik para pembaca dapat denga mudah memahami isi berita karna inti atau point-point yang terpenting dalam suatu berita berada di awal pemberitaan.

Anonim mengatakan...

FIKOM B
Andri (10080013065)
Nabila Rahmah saleh (10080013068)


kami menyimpulkan dari keterangan di atas kalau berita yang di muat banyak yang hanya mencari keuntungan financial dari pada memberikan informasi kepada khalayak, karna yang saya tau berita itu seharusnya berisikan fakta dan actual tidak boleh dari sumber yang asal karna akan menimbukan kesalah fahaman dan akan merugikan salah satu pihak nantinya lalu tidak akan menyelesaikan konflik malah akan membuat konflik yg baru . karna berita merupakan salah satu segi penting dari dunia pers. memlalui berita, pers dibutuhkan masyarakat. pers menjadi mata masyarakat untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya, seorang jurnalistik dalam mencari berita haruslah teliti serta netral sehingga harus mengerti atas isi berita yang akan di informasikan dalam mencari kebenaran informasi tersebut, jurnalis harus mempertanggung jawabkan segala yang di tulisnya, tidak melibih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangi harus sesuai dengan fakta yang ada dari dari sumber agar nantinya tidak terjadi kesalah fahaman.

Intinya jika ingin berita yang di muat mengahsilkan berita yang baik seorang jurnal harus mengikuti kode etik jurnal agar berita yang di muat sesuai aturan dan tidak merugikan salah satu pihan lalu bisa menyelesaikan sebuah konflik atau permasalahan.

Anonim mengatakan...

FIKOM B
Andri (10080013065)
Nabila Rahmah saleh (10080013068)


kami menyimpulkan dari keterangan di atas kalau berita yang di muat banyak yang hanya mencari keuntungan financial dari pada memberikan informasi kepada khalayak, karna yang saya tau berita itu seharusnya berisikan fakta dan actual tidak boleh dari sumber yang asal karna akan menimbukan kesalah fahaman dan akan merugikan salah satu pihak nantinya lalu tidak akan menyelesaikan konflik malah akan membuat konflik yg baru . karna berita merupakan salah satu segi penting dari dunia pers. memlalui berita, pers dibutuhkan masyarakat. pers menjadi mata masyarakat untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya, seorang jurnalistik dalam mencari berita haruslah teliti serta netral sehingga harus mengerti atas isi berita yang akan di informasikan dalam mencari kebenaran informasi tersebut, jurnalis harus mempertanggung jawabkan segala yang di tulisnya, tidak melibih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangi harus sesuai dengan fakta yang ada dari dari sumber agar nantinya tidak terjadi kesalah fahaman.

Intinya jika ingin berita yang di muat mengahsilkan berita yang baik seorang jurnal harus mengikuti kode etik jurnal agar berita yang di muat sesuai aturan dan tidak merugikan salah satu pihan lalu bisa menyelesaikan sebuah konflik atau permasalahan.

Anonim mengatakan...

Fikom Kelas B
-Muhammad Nazwin Iskandar(10080013049)
-Syachrizal Wardoyo(10080013077)
-Muhammad Rizki Fauzi(10080013042)

Assalamualaikum Wr Wb...

Dari artikel yang kami baca di atas, kami menyimpulkan bahwa artikel ini berisi sebuah pembohongan publik yang dilakukan beberapa media di Amerika untuk mendapatkan keuntungan dengan cara menambahkan dan mengurangi fakta berita sehingga kami menganggap itu merupakan sebuah pelanggaran kode etik jurnalis yang tidak pantas dilakukan oleh media-media, karna tujuan jurnalis adalah memberitahu kepada publik informasi dengan apa adanya dan yang sebenar-benarnya tanpa ada pembohongan sedikit pun di dalamnya.

Anonim mengatakan...

Elgi Riyaldi Putra (10080013041)
Anis Ahmad Mujahid (10080013063)
Ryan Fauzi (10080013070)

Assalamu'alaikum wr wb
Pada saat ini sudah seharusnya media sebagai penyalur berita menyajikan sebuah kabar yang sesuai dengan kejadian yang ada kepada masyarakat. Tidak ada yang dikurangi dan tidak ada
pula yang dilebih-lebihkan. di blog ini terlihat pihak media itu mengkomersilkan sebuah berita sehingga tayangan-tayangan yang disuguhkan itu meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kisah kisah selebritis yang tidak penting untuk dicerna oleh masayarakat. Sudah selayaknya pihak media memberikan banyak informasi penting kepada masyarakat dengan fakta-fakta yang nyata dan tidak membuat berita berdasarkan opini-opini saja.

Ruang Tengah mengatakan...

Rd Zeldy syawaldy (10080013047)
wandi pratama (10080013044)
wildan aulia (10080013057)

kelas B

ketika dikatkan fakta dan berita itu pada abad ke 20 fakta bercampur dengan kepentingan di luar jurnalisme, dengan orang-orang penting pemengang saham media dengan seolah olah media sebagai boneka mereka seperti yang dikatakan penulis. menurut saya tidak hanya pada abad ke 20 saja pada masa modern saat ini masih banyak pemegang saham media yang kepentingan di luar nilai berita yang tidak seharusnya di beritakan secara terus menerus, pemberitaan seperti itu menurut saya tidak boleh karena hanya dari 1 kepentingan orang dan tidak seharusnya di beritakan.
nilai berita memang sulit di realisasikan apalagi bila dikaitkan dengn mengonsepsi apa yang di sebut berita, hal itu menjadikan berita berita bukan hasil murni turun ke lapangan melainkan berupa rekapan rekapan dari koran dan media lainnya.
selain itu nilai berita yang terdapat di koran berupa gaya hidup, olah raga dan keuangan dan kebanyakan kisahnya mengetengakan pendapat/tanggapan seseorang.

Anonim mengatakan...

Kelas B Fikom 2013
Amila Fatharani (10080013069)
Ghina Afifah (10080013080)
Mata kuliah : Dasar-dasar Jurnalistik

Assalammualaikum Wr.Wb
Setelah kami membaca dan berdiskusi tentang bacaan diatas, yang dapat disimpulkan adalah bahwa Indonesia memang sangat terpengaruh oleh negara maju di setiap aspek kehidupan termasuk di bidang jurnalistik ini. Entah dipengaruhi atau mungkin terpengaruh dengan sendirinya sehingga dunia jurnalistik di Indonesia ini terbawa arus seperti yang terjadi di Amerika sana bahwa sebuah pemberitaan dapat diselipkan kepentingan diluar jurnalisme. Di Indonesia ini identik dengan mengutamakan bertambahnya peminat atau pembaca atau pemirsa agar rating nya dapat naik dengan cepat tanpa memikirkan akurat tidaknya suatu pemberitaan yang dipublikasikan tersebut. Jurnalistik atau media yang baik adalah yang menjunjung tinggi kebenaran dan tetap transparan terhadap khalayak. Jangan sampai media menutupi atau mengurangi fakta suatu pemberitaan demi untuk menjaga nama baik sebuah instansi tertentu sehingga akan merubah persepsi khalayak. Peristiwa-peristiwa di sekitar para masyarakat sudah selayaknya menjadi hak mereka untuk mengetahuinya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena selalu terjadi perubahan-perubahan yang sangat cepat. Karena itu hendaklah setiap media dapat menjadi mata terbesar bagi kehidupan setiap individu yang selalu mengkonsumsi pemberitaan-pemberitaan di media supaya "melek" terhadap dunia sekitar. Seharusnya jurnalistik Indonesia lebih memperhatikan lagi unsur dan pengelompokan jenis berita agar dunia jurnalistik kita semakin maju ke arah yang lebih baik.

Anonim mengatakan...

Kelas B Fikom 2013
Sarah Ridzki M (10080013078)
Putri Rianti S (10080013079)

Assalamualaikum Wr. Wb.
Menurut apa yang kami baca di artikel bapak, jurnalisme masa kini dinilai kurang memberikan kepuasan karena tidak memberikan apa yang seharusnya diberikan, yaitu esensi nilai berita. Jurnalisme di Indonesia, misalnya, lebih sering membahas tentang kehidupan pribadi para entertainer daripada perkembangan negara ini sendiri.
Nilai berita yang sudah kurang diperhatikan membawa berita yang kadang dilebihkan, atau dikurangi kebenarannya. Ini berdampak besar bagi pola pikir masyarakat yang menyaksikan. Seharusnya pers memberikan berita yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Karena menurut kami adalah salah satu hal yang punya peran dalam pembentukan pola pikir dan perkembangan bangsa, pers diharapkan bekerja sesuai kode etik yang telah ditetapkan sebelumnya.

Anonim mengatakan...

Fikom B
Sarah Ridzki Mahardika 10080013078
Putri Rianti Setiawan 10080013079

Menurut apa yang kami baca di artikel bapak, jurnalisme masa kini dinilai kurang memberikan kepuasan karena tidak memberikan apa yang seharusnya diberikan, yaitu esensi nilai berita. Jurnalisme di Indonesia, misalnya, lebih sering membahas tentang kehidupan pribadi para entertainer daripada perkembangan negara ini sendiri.
Nilai berita yang sudah kurang diperhatikan membawa berita yang kadang dilebihkan, atau dikurangi kebenarannya. Ini berdampak besar bagi pola pikir masyarakat yang menyaksikan. Seharusnya pers memberikan berita yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Karena menurut kami, adalah salah satu hal yang punya peran dalam pembentukan pola pikir dan perkembangan bangsa, pers diharapkan bekerja sesuai kode etik yang telah ditetapkan sebelumnya.

Unknown mengatakan...

Fikom kelas B
Dwi Kurniawan (10080013050)
Muhamad Fadel (10080013052)
M. Raditya Pradipta (10080013056)

Setalah kami membaca artikel ini kami dapat menyimpulkan bahwa dunia jurnalistik yang terdapat di indonesia ini masih terlalu labil dan masih terpengaruh oleh negara-negara maju di belahan dunia lain dalam segala aspek kehidupan yang ada. media ataupun dunia jurnalis lebih banyak memposting atau menulis hal-hal yang memiliki nilai jual seperti bencana,politik, kriminal dan masih banyak lagi.Dari artikel ini juga kami dapat menyimpulkan bahwa jurnalis harus memperhatikan nilai-nilai berita dan elemen-elemnen yang terdapat di dalam nyaa. Jurnalis pun harus teliti dan jangan terburu-buru dalam menilai suatu berita.

Anonim mengatakan...

Fikom kelas B
Juliani (10080013051)
Nuraeni Absari (10080013055)
Roni Septian (10080013061)

Artikel yang bapak buat tersebut sangat membantu bagi para pembaca agar lebih mengerti dan paham tentang berita dan cara penyampaiannya yang baik agar tidak menimbulkan efek negatif atau miss communication bagi pihak-pihak yg bersangkutan dalam berita yang akan disampaikan.